Selasa, 24 Mei 2016

Happy Brother Day



HYUNG, Just One Time!
[Special Ed] May, 24th –International Brothers Day-
Cast :
Lee DongHae [SuJu]
Lee DongHwa
YongHwa [CNBlue]
EunHyuk [SuJu]
Choi JinHyuk
JungSoo [SuJu]
Myungsoo [Infinite]
and..
the others cast..
Genre :
Brothership always – Families – Friendship
Length :
OneShoot
*
*
*
*
Musim semi sebentar lagi berakhir dan berganti dengan musim panas. Terasa sekali udara sudah mulai pekat belakangan ini, matahari sudah terasa menyengat. Seragam sekolah sudah berganti dengan model yang lebih sederhana sesuai dengan musimnya.
::
::
Donghae berjalan masuk ke kamarnya terhuyung, entah kenapa tiba-tiba kepalanya pusing hingga membuatnya limbung. Perasaannya kacau dan sekarang ditambah tubuhnya yang mulai lemah tanpa sebab. Dengan kasar ia menghempaskan diri ke ranjang kecilnya setelah ia mengunci rapat-rapat pitu kamarnya. Bahkan ia tak melepas sepatu yang dikenakannya..
Donghae memejamkan mata tapi setetes air mata malah mengalir lolos dari pertahanan hatinya..
“wae??”
Kembali ia membuka matanya perlahan dengan sayu seakan ia tak sanggup menahan kelopak matanya yang terasa berat.
“apa hidupku akan berakhir sekarang??” bisiknya pilu pada diri sendiri “kenapa rasanya sakit sekali??” isaknya makin menjadi.
Donghae berusaha menghentikan tangisnya dengan menggigit bibir bagian bawahnya tapi itu tak menolong, ia malah kesakitan saat bibir itu terluka dan berdarah.
Dengan segera ia berdiri walau pusing di kepalanya masih terasa, dengan kekuatan penuh ia menahan tubuhnya agar tidak roboh. Donghae mengambil tas punggungnya, mengisinya dengan sehelai baju pemberian sang kakak lalu beranjak pergi.
Ya, ia pergi dari rumah itu. ia memang harus segera pergi, lebih baik pergi seperti ini daripada ia mendengar kata ‘pergi’ itu dari orang-orang yang disayanginya. Keluarga kecil dimana ia mendapatkan kehangatan selama ini.
::
::
::
::
“Donghae??” Eunhyuk menampakkan wajah bodohnya saat melihat Donghae berdiri di depan pintu rumahnya “waeyo?”
“aku menginap di sini malam ini..” langsung saja ia masuk rumah itu tanpa menunggu pinta sang pemilik rumah. Eunhyuk temannya tinggal di sana hanya dengan kakaknya, JinHyuk.
“waegurrae??” Eunhyuk duduk di samping Donghae tanpa menatap matanya karena mereka sama-sama menghadap ke arah dinding dengan banyak foto tergantung di sana.
“aku benar-benar orang asing di rumah itu..”
“jeongmal?”
“nde, aku mendengar semuanya.. semua kebenaran yang ada..”
“…. ….”
“hanya malam ini Eunhyuk-ah.. ijinkan aku, besok aku akan pergi..”
“odieyo??”
“mollayo..”
Mereka kembali dalam diam.. Eunhyuk bahkan tidak tahu apa yang akan ia tanyakan atau ia katakan. Terlalu sulit berada di dalam posisi Donghae.
::
::
::
::
Donghae menepati perkataannya, pagi-pagi sekali ia sudah tidak ada di rumah Eunhyuk membuat namja itu cemas bukan main.
“waegurrae??” Jinhyuk tak tahan melihat adiknya bersikap tak wajar hanya karena Donghae pergi “terjadi sesuatu?”
“nde hyung.. sangat besar..”
“mwo??”
“aku tidak bisa menceritakan sekarang.. aku harus mencari anak itu dulu..”
“mungkin ke tempat Myungsoo, bukankah kalian bertiga adalah sahabat??”
“eoh, mungkin saja.. tapi.. kurasa ia akan pergi ke tempat lain.. baiklah hyung, aku akan mencarinya saja..”
“nde..”
::
::
::
::
Donghae menyibak-sibakkan kakinya ke hampa udara saat ia berjalan tanpa arah. Di tengah keramaian jalanan itu justru ia merasa sangat sepi dalam kesendirian. Donghae tak mendengar suara apapun, ia tak melihat siapapun di sana bersamanya. Bahkan kepalanya yang sakit membuatnya makin jengkel saat mengingat kejadian itu..
‘pihak panti salah memberikan data, putra kedua keluarga Lee adalah Yonghwa bukan Donghae..’
‘YongHwa??’
‘nde… Jung YongHwa, ia diadopsi oleh keluarga Jung.. mereka menambahkan nama marga Jung padanya..’
‘jadi adik DongHwa adalah YongHwa?’
‘aku tidak tahu dulu Umma memberinya nama siapa, tapi jika itu YongHwa sepertinya memang tidak jauh dari namaku..’
Donghae makin perih mengingat pembicaraan kakak dan ayahnya saat pihak panti menemui mereka kemarin.
Donghae memang berasal dari panti asuhan, saat usianya sepuluh tahun Donghwa dan ayahnya datang dan mengajaknya pulang. Mereka berkata jika Donghae adalah adiknya. ayah Donghae berpisah dengan ibu Donghae karena suatu hal tanpa tahu jika yeoja itu ternyata mengandung anak kedua mereka. Setelah melahirkan Donghae, Nyonya Lee meninggal hingga membuat Donghae berada di panti itu.
“hyung…” keluh Donghae “kau tidak tahu betapa bahagianya aku saat kau menggenggam tanganku dan berkata bahwa aku tidak akan sendirian lagi mulai saat itu..” isaknya tiba-tiba “kau tidak tahu betapa aku ingin menangis saat kau menyuruhku memanggilmu ‘hyung’?? aku menemukan hidup hari itu.. aku bahkan tak sanggup berterimakasih padamu karena memperbolehkan aku memelukmu..”
Hiks..
Hiks..
Tentu saja Donghae mengenal YongHwa, mereka dulu teman yang dekat. Bahkan sampai sekarang sekalipun mereka sudah tidak tinggal bersama-sama lagi di panti itu. Donghae ingin sekali egois untuk kali ini tapi ia tidak bisa. Donghae terlalu menyayangi DongHwa, ia juga tak bisa menyakiti YongHwa jika kebenaran itu adalah kenyataannya.
Air matanya tak henti mengalir. Terlalu sakit untuk menerima ini, terlalu sesak untuk bernapas, terlalu berat untuk dijalani.
Brukk!!
Donghae menjatuhkan tubuhnya menyandar pada sebuah pohon Blossom yang masih terlihat sedikit bunganya. Kini ia jauh dari keramaian yang rasanya hanya sia-sia saja menghiburnya karena ia tak meliriknya sama sekali.
Donghae makin terisak dalam kesendiriannya..
Isakan yang hebat hingga ia ingin berteriak saja..
HIKS..
HIKS..
Matanya nanar menatap fotonya bersama Donghwa di layar ponselnya. Bagaimana ia bisa menjalani hidup mulai sekarang tanpa kakak dan ayahnya? Kalau ia bisa memutar waktu, ia memilih tidak pernah bertemu dengan mereka agar rasa sakit ini tidak ia rasakan.
“hyung… appa…”
Bibirnya bergetar saat memanggil mereka.. pucat wajahnya mulai mencuat lemah, bahkan wajahnya tak karuan lagi. sejak kemarin ia menangis hingga matanya merah dan membuat lingkaran hitam di sana.
“apa aku akan mati sekarang??”
Hiks.. hiks..
“aku tidak bisa bernafas, hyung..”
::
::
::
::
Eunhyuk masih berusaha mencari Donghae, kali ini ia bersama dengan Myungsoo dan Jungsoo.
“menurutmu ia pergi kemana?” Jungsoo yang mengemudikan mobil mencoba mencari kemungkinan tempat tujuan Donghae.
“Donghae hanya akan pergi ke tempatku atau ke tempat kalian, hyung..” ujar Eunhyuk
“apa tidak ada lagi??”
“Donghae tidak suka bepergian hyung..” imbuh Myungsoo “ia hanya akan pergi ke suatu tempat dengan kami..”
Jungsoo ikut cemas juga, ia sudah menganggap Donghae salah satu adiknya juga “bagaimana dengan Donghwa ssi??”
“mollayo..”
“wae??”
“sepertinya Donghwa hyung belum tahu kalau Donghae pergi dari rumah, dia tidak mencoba menghubungiku sampai sekarang..”
“nde, padahal Donghwa hyung akan menjadi orang pertama yang cemas jika sesuatu terjadi pada Donghae..” tambah Myungsoo lagi “hyung.. apa seorang kakak bisa berubah perasaannya saat ia tahu jika dongsaengnya bukan dongsaeng kandungnya?”
“kau bertanya padaku?”
“pada siapa lagi?”
“apa menurutmu aku kakak yang seperti itu?? bukan hanya Donghae saja yang kuanggap dongsaeng, tapi juga kau hyuk.. aku bahkan tidak pernah membedakan kalian bertiga..”
Eunhyuk dan Myungsoo mengangguk, ya, selama ini memang Jungsoo sangat menyayangi mereka. Berada di rumah siapapun diantara mereka bertiga, akan selalu merasakan kehangatan seorang kakak. Demikian pula yang dilakukan Jinhyuk dan Donghwa selama ini. tapi setelah kejadian ini ada yang berubah dari sikap Donghwa..
::
::
::
::
Tuan Lee, DongHwa, YongHwa..
Mereka saling diam berhadapan duduk tanpa suara. Bibir YongHwa terkatub bisu..
“YongHwa..” DongHwa mencoba membuka pembicaraan “jadi bagaimana hidupmu selama ini?”
“eoh…”
“apa mereka merawatmu dengan baik?” tanya Tuan Lee “apa kau benar-benar putraku??” sepertinya ia masih ragu.
“appa…”
“mian… tapi keadaan ini pasti sulit bagi kita semua.. kau mengerti kan maksudku YongHwa??”
“eoh, nde..”
“aku tidak bisa membawaku pulang sampai proses itu selesai..”
“nde..”
“jika kau benar adikku.. aku ada satu permintaan untukmu.. tapi itu akan ku katakan setelah kita melakukan tes DNA..”
“nde, arraseo.. aku bahkan tidak bisa meyakinkan diriku sendiri jika hal itu benar.. bahkan aku berharap itu tidak benar.. Donghae adalah temanku, kami hidup seperti itu selama ini.. walau kami tidak dekat sebagai sahabat tapi bukan berarti kami bermusuhan..”
“gumapta,.”
::
::
::
::
Ponsel Donghwa berbunyi tanda ada pesan masuk..
‘Hyung, bisakah kita bertiga makan siang bersama di kedai favorit kita..’
Rupanya itu jelas dari adiknya.. Donghwa mendesah panjang..
‘mian Hae, hari ini hyung dan Appa ada urusan penting.. kau bisa pergi sendiri kan kalau ingin makan di kedai? Jika masalah ini selesai lebih awal kami akan menyusul..’
Sending.. sent.. pip!
::
::
Mata Donghae memanas menatap isi pesan yang diterimanya. Belum pernah ia sesedih ini menerima pesan dari Donghwa. Satu pikiran yang ada di kepalanya saat ini.. ‘DongHwa sudah tidak membutuhkannya lagi’
Apa yang bisa ia perbuat kini?
Donghae menuju kedai Jae Bong Ajjuhssi, tempat dimana ia biasanya bersama Hyung dan Appanya menghabiskan waktu makan.
“Donghae-ya.. kau sendiri??”
“nde, Ajjuhssi..”
“Appa, Hyung.. odieyo?”
“mereka akan menyusul nanti.. Ajjuhssi berikan aku soju..”
“mwo??”
“aku tidak akan mabuk.. jebal..”
“ahh.. arra..”
Apa kau bilang? Tidak akan mabuk? Mengacau saja Hae.. bahkan hanya minum satu gelas saja kau tidak kuat.
Tidak peduli. Donghae tidak peduli lagi.. ia ingin melupakan semua rasa sakitnya hari ini. ia ingin hilang ingatan saja agar semua tak sepahit ini.
Satu teguk.. dua teguk.. hingga gelas yang berikutnya, berikutnya lagi.. sampai Ia memaksa untuk meminum beberapa botol..
Kau sudah gila Hae!!
::
::
BRUKK!!
Jungsoo menghentikan mobilnya saat ada seorang namja menabrak bagian mobil itu. ia hampir saja mengumpat, bagaimana bisa seseorang melintas begitu saja. apa dia ingin mati eoh?? Eunhyuk dan Myungsoo segera keluar dan melihat siapa namja itu. tentu saja hal itu mengejutkan mereka, karena itu adalah Donghae. namja yang mereka cari sedari tadi..
“YAK!! LEE DONGHAE!!”
“HYUNG!!” panggil Myungsoo
“cepat bawa dia masuk..” perintah Jungsoo.
Eunhyuk membawa Donghae untuk duduk di sebelahnya. Ia tak tahu apa yang terjadi dengan temannya itu. ranum bau Soju mencuat dari mulutnya yang tak berhenti mencercau lirih.
“Hae-ya.. apa yang kau lakukan ini eoh?” marah Eunhyuk sambil menarik kepala Donghae untuk bersandar pada bahunya. Kecemasannya pun menjalur pada Myungsoo dan Jungsoo.
“dia benar-benar frustasi..” ungkap Myungsoo.
::
::
Eunhyuk menggendong Donghae di punggungnya, merebahkan kasar namja itu di kasur milik Myungsoo.
“hyung… Donghwa hyung.. hiks..”
Jungsoo ikut menangis melihat keadaan Donghae, setelah entah berapa banyak Soju ia habiskan hingga membuatnya mabuk seperti ini. ia terus memanggil nama Donghwa tiada henti di tengah isaknya.
“hyung, sebaiknya kita menghubungi Donghwa hyung saja..” usul Myungsoo
“nde,. Eunhyuk-ah hubungi Donghwa..”
::
::
::
::
Donghwa serasa tertampar keras melihat adiknya terkapar tanpa daya di kamar Myungsoo. Terlebih Tuan Lee, tertegun sendu membatu kaku. Mendengar Donghae yang terus merancau tak jelas dalam kondisi setengah sadar.
“sekali saja hyung… hiks.. sekali saja.. kita makan bersama,.” pintanya pilu menyayat “setelah itu aku akan pergi.. aku tidak akan mengganggu kalian lagi..”
“apa maksudmu Hae?”
“sekali saja hyung…” ia kembali meminta hal yang sama “sekali saja.. ijinkan aku bersama kalian.. sekali saja..” itu kalimat terakkhir yang mampu ia kumandangkan sebelum ia benar-benar tidur.. atau lebih tepatnya tak sadar karena terlalu banyak soju yang ia teguk tadi.
Donghwa menangis dalam hati mendengar semua kata itu..
“Gumapta…” ucapnya pada Jungsoo “kami akan membawanya pulang..”
Ya. Setelah mendengar semua cerita dari Myungsoo dan Eunhyuk tadi, Donghwa seakan menjadi kakak yang buruk di mata adiknya. bagaimana ia tidak tahu jika Donghae mencoba pergi dari rumah. Ia tahu jika kebenaran itu memang nyata maka semua akan berubah tapi bukan berarti Donghwa lalu menelantarkan Donghae begitu saja.
Apakah ia sudah melupakan bagaimana Donghae mengisi harinya sebagai seorang adik selama ini. Donghwa pun sudah terlanjur menyayanginya begitu dalam.
Tidak ada beban sama sekali saat Donghwa menerima Donghae pertama kali. Sama seperti sekarang, ia menggendong adiknya di punggung. Donghae sesekali menggerakkan kepalanya menelusupkan di leher Donghwa. Tangannya erat memeluk Donghwa seakan takut jika ia jatuh dari gendongan.
“mianhae Donghae-ya..” bisik Donghwa “appa.. aku rasanya tidak ingin meneruskan ini..” umbarnya pada sang ayah yang berjalan di sampingnya “lebih baik kebenaran itu tidak pernah ada hingga seperti ini saja keadaan kita..”
“lalu bagaimana dengan Yonghwa??”
“tapi aku tidak pernah seyakin waktu kita membawa Donghae pulang…”
“itu mungkin karena selama ini kau dan Donghae sudah sangat dekat.. tapi, jika kita benar-benar ingin tahu kenyataan sebenarnya kita harus tetap melanjutkan ini.. segera urus proses untuk test DNA itu..”
“kalau memang benar, lalu bagaimana? Appa.. kejadian ini sudah membuktikan jika nanti tidak akan baik-baik saja.. bagaimana perasaan Donghae? Yonghwa adalah temannya sendiri..”
“Donghwa-ya.. Donghae akan tetap menjadi dongsaengmu.. dia akan tetap tinggal bersama kita..”
“aku tidak yakin, hari ini saja sudah menjadi bukti jika nanti tak akan semudah yang kita pikirkan..” jelasnya sambil membenahi posisi Donghae yang merosot sedikit ke bawah.
Keadaan ini mengingatkannya pada beberapa tahun yang lalu. Donghae merengek meminta Donghwa untuk menggendongnya pertama kali. Donghae mengaku jika kakinya sakit, lututnya yang terluka karena jatuh membuatnya tidak bisa berjalan.. bagaimana bisa luka yang hanya lima mili itu membuatnya tidak bisa jalan? Donghwa menebak kalau adiknya hanya malas saja dan sengaja menjadikan luka itu sebagai alasan..
::
Donghae mengayunkan kakinya ke depan belakang hingga membuat gendongan sedikit oleng.
“Ya, berhentilah bergerak.. kau bilang kakimu sakit? tapi kenapa kau menggerakkan seperti itu.. akan ku turunkan kau di sini kalau tidak mau diam..” ancam Donghwa pada Donghae kecil
“hajimayo hyung… ini memang sakit tapi aku senang..”
“wae?”
“karena sekarang ada yang menggendongku.. ini pertama kalinya ada yang menggendongku.. eoh, hyung kau akan menggendongku terus kan jika aku terluka? Aku suka berada di atas punggungmu.. gumapseumida hyungnim..” ungkapnya polos dan lucu hampir membuat Donghwa terkikik geli.
::
::
::
::
Donghwa mendengar suara keran air terus menyalah. Kecurigaannya benar, jika yang di dalam kamar mandi adalah Donghae. lama sekali ia menunggu pintu itu terbuka tapi ia tak sabar.. ini sudah 15 menit ia berdiri mematung..
“Lee Donghae.. buka pintunya saengi.. gwaenchana? Kau baik-baik saja kan?”
Tidak ada jawaban.
“Yak, Donghae-ya..”
Masih diam.
“LEE DONGHAE!!” akhirnya ia berteriak histeris sambil menggedor pintu itu hingga menimbulkan suara berisik tajam.
Usahanya berhasil. Donghae membuka pintu.. tapi begitu melihat wajah Donghae yang menyerupai mayat hidup, Donghwa dirudung kepanikan. Ia menyentuh wajah adiknya, memeriksa seluruh bagian tubuhnya. Dingin. Suhu tubuh Donghae begitu dingin. Gurat kecemasan tak bisa lagi di sembunyikan. Ia tahu, sejak semalam keadaannya memang sudah kacau. Dan tentu saja soju itu membuat Donghae semakin parah seperti ini. tubuhnya masih linglung sekalipun kesadaran Donghae sudah kembali. Tapi tetap saja ia tak bisa mengendalikan sakit di sekujur badannya.
Ia bahkan sudah memuntahkan seluruh isi perutnya sejak setengah jam yang lalu di kamar mandi. Kini Ia merasa tak memiliki tenaga lagi.
“kajja.. sebaiknya kau kembali istirahat..” Donghwa memamah Donghae masuk kamarnya tanpa penolakan. Ia kembali berbaring dan bergelung selimut.
Semangkuk soup hangat di suapkan Donghwa padanya untuk sekedar menghangatkan perut yang memang sudah kosong tanpa isi itu.
“kau masih pusing?” Donghae mengangguk “tubuhmu sakit semua??” kembali ia mengangguk “siapa suruh kau minum soju? Bukankah kau tidak bisa meneguknya walau hanya satu gelas? Itu jelas salahmu sendiri..” sindirnya sambil menyuapkan sendok soup di sendok terakhirnya.
“mian..” hanya satu kata terucap
“katakan pada hyung, kenapa kau lakukan itu semua? Apa aku pernah mengajarimu seperti itu?”
“ani..” kembali satu kata
“lalu? Waeyo??”
“gwaenchana..”
“yak, Hae.. kau benar-benar tidak mau mengatakannya?”
“mwo??”
“dasar anak nakal!!” Donghwa memukul kepala Donghae pelan “apa ada kaitannya dengan Yonghwa? Kau sudah tahu semuanya??” kali ini Donghae memalingkan wajahnya “jadi benar..” lanjut Donghwa “kau pikir kau bisa pergi begitu saja setelah mendengar semua itu? kau pikir kau bisa menghilang begitu saja dari pandangan kami? Kau pikir hubungan kita selama ini berhenti seperti sebuah kontrak? Aaiigo, Hae.. bersikaplah dewasa..”
“aku pikir aku sudah benar hyung.. aku memang harus pergi, itu kenapa kemarin aku minta satu kesempatan untuk kita bisa makan bersama.. tapi aku tidak bisa membayar waktu yang kalian punya untuk bersamaku, aku tahu itu..”
“Donghae-ya..”
“aku bukan adik kandungmu hyung..”
“YAK!! itu belum terbukti Hae-ya.. semua surat keterangan dan pengakuan itu memang benar tapi belum cukup untuk membenarkan semua hal..” bentak Donghwa “ganti bajumu, kau ikut denganku dan Appa.. kita ke rumah sakit.. kami akan test DNA..”
“Shiirreeoo..”
“wae?”
“apa hyung ingin aku lebih sakit dari ini?”
“Yak, dengar.. kau harus tahu kebenarannya nanti.. setelah itu kita pikirkan yang lainnya..”
“aku tidak mau hyungie..” rengeknya “kau pergi saja dengan Appa, jangan pikirkan aku..”
“aku akan tetap menyeretmu Lee Donghae.. bahkan jika memang Jung Yonghwa adalah adikku, kau juga tetap adikku..”
“tidak bisa hyung..”
“wae?”
Hiks.. satu isakan keluar tiba-tiba.. “aku dan Yonghwa begitu menantikan saat dimana ada orang yang menjemput kami dari panti.. saat kau menjemputku dan Yonghwa ikut keluarga Jung, kami sangat bahagia dan saling berjanji untuk tetap selalu menjadi teman. Sekarang bayangkan bagaimana perasaannya jika ia tahu selama ini aku tinggal dengan keluarga kandungnya? Aku sama seperti orang yang merebut hak miliknya.. dia temanku hyung..”
“lalu bagaimana perasaanmu sendiri? apa kau juga tidak merasa jika keluargamu akan di rebut oleh orang lain? apa kau juga tidak bisa merasakan apa yang hyung dan appa rasakan saat ini? kau mau egois? Atau kau mau menghindari semua ini dengan pergi dari kami begitu saja? apa aku pernah mengajarimu untuk menjadi pengecut? Lee Donghae.. jangan bohongi perasaanmu, aku tahu kau sangat takut kali ini.. tapi percayalah.. Hyung bahkan tidak bisa berhenti menyayangimu.. kau adikku.. dan selamanya akan tetap seperti itu..”
“hyung..”
“ganti banjumu.. aku tunggu kau di luar..” pinta Donghwa singkat tapi tegas dan jelas.
::
::
::
::
Hanya dengan mencium bau obat saja rasanya sudah membuat mual apalagi kalau ia masuk lebih dalam ke ruangan-ruangan di sana. Donghae ingin sekali memutar balik langkahnya jika tidak di dekap erat oleh Donghwa dan Appanya. Kenapa ia harus terlibat masalah ini? kenapa tidak di selesaikan saja tanpa dirinya. Donghae enggan juga bertemu dengan Yonghwa, hubungan mereka tidak retak tapi sedikit kaku dan beku sejak kejadian ini. mereka tidak saling sapa bahkan Donghae selalu menghindar jika ia akan bertemu dengan Yonghwa.
Tapi kali ini ia tak bisa meloloskan diri. Yonghwa sudah menunggu mereka bersama Tuan dan Nyonya Jung, orangtua angkatnya.
Donghae masih ingat bagaimana saat mereka tinggal di panti. Sejak kecil mereka sudah bersama dan tidak mengetahui sama sekali keberadaan keluarganya. Bahkan alasan mengapa mereka bisa di tinggal di tempat itu pun tak ada yang tahu.
“Donghae-ya..” panggil YongHwa
“Yonghwa..”
“bagaimana? Semua sudah siap?” sambut seorang Uisa menghampiri mereka.
“nde..”
“kalau begitu, Tuan Lee.. Yonghwa ssi.. ikut dengan kami..”
Donghae sedikit menggerutu, kenapa harus serumit ini prosesnya? Kenapa mereka tidak mengambil sample saja dari Appa dan Yonghwa lalu menyerahkannya pada dokter, sudah cukup bukan? Kenapa harus banyak orang seperti ini? membuatnya semakin tidak bisa bergerak saja. dan haruskah ia ikut menunggu??
“hyung…” panggilnya “boleh aku membeli minum, aku haus..”
Donghwa mengeryit curiga.. apa ini hanya alasan Donghae saja atau?
“aku tidak akan kabur, aku benar-benar haus hyung..” jengkelnya karena ia tahu Donghwa masih berpikir untuk memberinya ijin “aku juga sedikit pusing juga mual dengan bau obat rumah sakit. bisakah aku keluar sebentar?”
“nde..” Dengan sedikit berat hati Donghwa mengijinkan Donghae untuk keluar.
::
::
Donghae tidak mengingkari janjinya, ia memang hanya membeli sebotol minuman yang bisa menghilangkan rasa mual yang sejak tadi di tahannya. Ia juga mengambil beberapa botol untuk yang lainnya sebelum ia kembali menemui Donghwa.
Mereka masih dalam posisi yang sama seperti tadi, sampai tiba-tiba Uisa muncul di hadapan mereka. Ragu tapi tetap melangkah dekat, Donghae ingin mendengar bagaimana hasilnya.. sekalipun ia tahu bahwa kebenaran sudah ada sejak awal namun tetap saja keterangan Uisa akan lebih melengkapi keyakinannya dan memusnahkan keraguannya.
“bagaimana??” Tuan dan Nyonya Jung pun tak sabar rupanya.
“sebentar..” tahan Uisa..
Sesaat Yonghwa dan Tuan Lee keluar menyusul sang dokter menemui mereka.
“Appa…”
“Yonghwa..”
“baiklah.. mungkin sebaiknya kalian sendiri yang harus melihat hasilnya..” dokter itu memanggil seorang perawat yang membantunya.
“SEON UISA!!” baru saja ia akan menyerahkan hasilnya, seorang dokter lain meneriakinya “TANGKAP PASIEN ITU!!” rupanya ada seorang pasien yang berusaha untuk kabur.
Keributan itu terjadi. Mereka malah berusaha untuk mencegah namja setengah baya yang mencoba untuk kabur dengan banyak luka di tubuhnya. Ia menolak untuk di obati karena merasa dirinya baik-baik saja. yang menyedihkan lagi, pasien itu berada di tingkat akhir penyakitnya. Ia benar-benar tidak ingin di sembuhkan, memberontak setiap kali ada pengobatan.
“Tuan Shin.. anda harus kembali ke kamar..” bujuk Seon Uisa “bukankah hari ini putra anda akan datang dari luar negeri demi anda? Jadi kembalilah ke kamar agar dia bisa menemui anda nanti..” ia masih membujuk.
“animida Uisa.. gojimal.. anda sudah mengatakan itu sejak dua hari yang lalu dan dia tidak pernah datang..”
“animida.. kali ini dia pasti datang..”
“putraku?? Dia akan datang??”
“nde..”
Tuan Shin sekilas menatap mereka semua yang mengepungnya hingga pandangan itu berhenti pada satu orang..
“OMO!! Putraku…” ia tangkupkan kedua tanganya di wajah namja itu.. Lee Donghae.
“Ajjuhssi.. kau salah orang..” tolak Donghae tapi ia tak di dengar, Tuan Shin malah memeluk Donghae erat seakan tak mau melepaskannya.
“Shin Min Ki.. putraku..”
“Ajjuhssi.. namaku Lee Donghae..”
“ani.. kau Shin Minki putraku..”
Seon Uisa lalu memberi kode pada Donghae untuk membantunya sementara. Hah!! Donghae mengangguk malas..
“appa.. sebaiknya kau kembali ke kamar..” kata Donghae..
Tuan Shin memekik.. ia menyadari sesuatu hingga akhirnya berteriak..
“KAU BUKAN PUTRAKU!! KAU BUKAN DIA.. DIA TIDAK BEGITU PADAKU.. DIA MEMANGGILKU ABEOJI BUKAN APPA..!! NUGUYA?? NUGUYA??” Tuan Shin malah marah, mengamuk dan mencoba memukul Donghae hingga anak itu kuawalahan.
Donghwa tak tahan melihat adiknya terus dipukul seperti itu. ia memberanikan diri menolong Donghae.. “Ajjuhssi.. hentikan jangan pukul dia lagi..”
“Yak.. nuguya? Nuguya??” kini ia bertanya pada Donghwa “kau.. kau mau mengambil putraku? Tidak akan ku biarkan..” OMO!! Bagaimana ia bisa berubah pikiran secepat itu? ia kembali melihat Donghae sebagai putranya.
Kejadian pahit yang di alaminya menyisahkan trauma berat bagi Tuan Shin. Itulah kenapa ia mendapat perawatan yang intens. Kanker otak yang di deritanya bahkan sudah mulai menggerogoti ingatannya.
“kau tidak boleh membawanya pergi.. menjauh dari kami sekarang..” Tuan Shin mendorong Donghwa dan menarik Donghae dalam pelukannya lagi. Parahnya, ia memegang sebuah pisau operasi yang di temukannya di dalam kotak di atas meja nakas perawat.
Donghae tak bisa berbuat apapun, ia tak mau kasar dan melukai pasien itu tapi bagaimana?? Lagi pula ia mulai merasa mual dan pusing lagi, benar-benar bau rumah sakit itu tidak bisa di tahannya, ditambah semalam dia malah mabuk berat.
Eoh.. hanya ada satu cara..
“Abeoji.. ayo kita kembali ke kamarmu..” bisik Donghae lembut di telinga Tuan Shin yang masih memeluknya “kajja Abeoji..”
“ani.. aniyo MinKi-ya.. abeoji harus menyingkirkan namja itu dulu.. kau akan aman setelah dia pergi..” Tuan Shin menyembunyikan Donghae di belakang punggungnya dan berusaha menyerang Donghwa dengan pisau itu.
Tidak. Ini tidak bisa di biarkan begitu saja. Para dokter dan perawat bersiap untuk menghentikan semua itu.. dan pada hitungan ketiga mereka berencana bergerak sesuai aba-aba Soen Uisa..
Hana..
Dul..
AAARRRGGHHH!!!
AAKH!!
“MWO??”
“DONGHAE!!”
Waegurrae??
Pada hitungan kedua, rupanya Tuan Shin sudah melakukan tindakannya. Ia hampir menusukkan pisau itu ke arah Donghwa. Donghae yang melihat itu cekatan menangkap lengan kanan Tuan Shin, memutar tubuhnya hingga mereka berhadapan.. dan..
Pisau itu menggores perut Donghae yang berusaha menyelamatkan Donghwa.
Tuan Shin terkejut.. dalam pikirannya.. ia melukai putranya.. Shin MinKi..
Tak menunggu lagi, mereka langsung menenangkan Tuan Shin, menyergapnya dan membawanya kembali ke kamarnya walau ia masih berteriak dan memanggil nama MinKi. Seon Uisa terkecuali, karena ia harus menyelamatkan Donghae yang penuh darah di perutnya.
“hyung… appo..” keluh Donghae dalam dekapan Donghwa
“Donghae-ya.. tahan saengi.. tahan..”
“tahan nae adeul..” begitu pula Tuan Lee yang tak kalah cemas.
“siapkan ruang operasi..” perintah Seon Uisa
“andwae… aku takut hyung, aku tidak mau masuk ruangan itu.. jebal.. Appa..”
“Donghae-ya.. jangan takut..”
“andwae hyung… Appa.. jebal..” ringiknya
“Donghwa ssi.. anda boleh ikut kami masuk sebentar..” akhirnya Seon Uisa mengambil kebijakan, ia berpikir jika lebih baik Donghwa menemani Donghae didalam akan sangat membantu.
Donghwa memegang erat tangan Donghae yang masih ketakutan dan berusaha memberontak. Namun akhirnya ia bisa menenangkan Donghae dengan mengusap lembut kepalanya, memberinya kecupan di kening Donghae dan membisikkan sebuah kalimat..
“saranghae saengi… Lee Donghae..”
Saat itulah kesempatan Uisa memberinya suntikan bius. Donghae semakin tenggelam dalam tidurnya namun genggaman tangannya masih menempel erat di tangan Donghwa.
“Uisa.. tolong selamatkan dongsaeng saya..”
“nde, Donghwa ssi.. sekarang anda bisa keluar? Kami akan berusaha menolongnya..”
Donghwa mengerti. ia keluar dari ruangan itu dan mempercayakan Donghae pada mereka yang ahli.
::
::
::
::
Donghwa dan Tuan Lee duduk di samping kanan kiri Donghae berbaring. Setelah dokter menyatakan ia baik-baik saja dan memindahkan Donghae ke ruang perawatan, mereka memilih menunggu anak itu sadar.
Mereka seakan lupa tujuan awal ke tempat ini hingga Donghae membuka matanya bangun.
“Lee Donghae.. kau sudah sadar??”
“hyung?”
“gwaenchana? Masih sakit?” Donghae mengangguk “arra.. jangan banyak bergerak dulu, kau membutuhkan sesuatu?” Donghae menggeleng.
“apa lukaku parah??”
“ani.. hanya beberapa jahitan saja..”
“hah..”
“kau membahayakan dirimu tadi? Jangan lakukan lagi..” marah Tuan Lee
“Appa, aku takut hyung terluka… Ajjuhssi itu benar-benar menakutkan.. apa dia sebegitu merindukan anaknya? Shin Min Ki?”
“mollayo.. yang jelas.. jangan lakukan lagi.. gurigo.. gumawoyo..” ucap Donghwa
“ehm..” angguknya “ehm.. bagaimana?? Hasilnya… bagaimana??” lanjutnya
“eoh??”
“Yonghwa anak kandung Appa?? Dongsaeng Donghwa hyung??”
“itu…”
“mwo??”
Klleekk..traakk..
Pintu kamarnya terbuka tiba-tiba. Ada Yonghwa masuk sambil membawa hasil test mereka..
“kau ingin tahu kebenarannya??”
“Yonghwa..ya..”
“Hae-ya.. harusnya aku tidak perlu melakukan test DNA ini.. karena tanpa test ini.. kebenaran itu sudah ada..”
“mworago?? aku tidak mengerti..”
Yonghwa menyodorkan kertas itu pada Donghae “bacalah sendiri..”
Donghae ragu, apa ia berhak untuk membacanya atau tidak. Tangannya sedikit gementar dan matanya enggan melihat lebih jauh. Tapi ia terus memaksa dirinya sendiri..
Donghae harus tahu semuanya..
Begitu membaca hasilnya betapa ia sangat terkejut..
Lee Dong Jung – Lee Dong Hae = 99%
“mwo?? apa.. maksudnya ini??”
Yonghwa tersenyum..
“aku tidak melakukan test itu Donghae-ya.. kaulah yang melakukannya.. dan itu hasilnya. Jadi aku jelas bukan adik kandung Donghwa hyung.. namaku memang Yonghwa tapi aku Jung Yonghwa bukan Lee Yonghwa..!!” tuturnya
“lalu??”
“nde.. Appa sengaja mengambil sample rambutmu kemarin karena Yonghwa ingin kau yang membuktikan kebenaran itu bukan dirinya..”
“jadi..” Donghae tak meneruskan perkataannya. Ia menunduk… terisak..
“waeyo??”
“hyung…” rengeknya lucu “percuma saja yang kulakukan beberapa hari ini.. aku pergi dari rumah, aku minum banyak soju.. itu menyakitkan sekali..”
“MWO?? ha..ha.. siapa suruh kau melakukannya? Dasar ceroboh!! Babo!! Jongmal baboya!!” ledek Donghwa
“HYUNG… aisshh.. appa.. hyungie meledekku..” adunya pada Tuan Lee “apa ini benar?? aku benar-benar anak kandung Appa?? Aku benar-benar adikmu hyung? Kau tidak akan menyuruhku pergi kan??”
TUUUKK!!
“aa….aappooo..” Donghae memengang kepalanya sehabis Donghwa memukulkya dengan ujung jari telunjuk
“apayo??”
“tentu saja… aissh, kau ini..”
::
::
::
::
Matanya berbinar melihat makanan yang tersaji penuh di meja itu. ia selalu suka jika semua makanan kesukaannya bisa di pesan semua.
“hey.. apa kau juga akan memesan soju seperti waktu itu?”
“Hyung… jangan menggodaku.. kalau kau mau menggendongku, itu tidak masalah..” candanya.
“Yak, appa menyuruhmu ke universitas bukan untuk belajar minum soju Hae-ya.. awas saja kalau kau mabuk lagi. akan ku kurung kau di kamar mandi..” ancam Tuan Lee
“OMO!! Menyeramkan…” keduanya bergidik lucu
“sudah.. kita habiskan ini semua..”
“nde…!!” kompak sekali kalau soal makan.
::
Sudah berlalu….
Pihak panti meminta maaf atas kekeliruan informasi yang di sampaikannya kemarin. Donghae dan Yonghwa masuk ke panti pada waktu yang sama. Kesalahan penulisan nama memang mengacaukan segalanya. Ya, hanya karena nama.. seharusnya Donghae memiliki nama Yonghwa..
Sekalipun sekarang ia menjadi Donghae, tidak masalah juga.. karena Donghwa lebih peka untuk tahu mana yang adik kandungnya. Ya, kedekatan, ikatan, guratan dan suratan takdir memang selalu tak terkatakan tapi terjelaskan hanya dengan ‘rasa’.
::
“kau tidak akan pergi lagi kan?” suara Donghwa
“ani..”
“apa kau masih meminta satu kesempatan??”
“ani.. aku akan memintanya setiap hari..”
“kalau begitu tetaplah disisihku apapun yang terjadi, nae saengi..”
“nde.. Hwa hyung..”
“sarangahae Hae.. jongmal saranghae..”
“nado, hyung..”
::
:: Happy Brother Day ::
:: katakan jika kau menyayanginya.. katakan jika kau tak ingin menyesalinya.. ::
*FIN*

 [Tuliskan komentar setelah membaca ff ini, untuk perbaikan lebih lanjut agar cerita yang ada nantinya lebih baik.. terimakasih.. :) ]

5 komentar:

  1. Sweet bgt :) entah kenapa baca ff ini mlah keinget scandal kangin T_T author keep writer #fighting

    BalasHapus
  2. Sweet dan mengharuhan,, cukup membuat saya meneteskan air mata.. Sekarang susah sekali mencari ff brothership Donghae jadi tetaplah berkarya.. Aku ga punya kritik karena ff mu selalu luar biasa dan selalu ditunggu ^^

    BalasHapus
  3. đŸ˜¢đŸ˜¢... aku nangis baca nya

    BalasHapus