[tiba-tiba menyukai fanfic dengan Cast “Kangin”, gara-gara
melihatnya di film Cat Funeral. Kangin.. menjadi berbeda dari kepribadiannya
yang seringkali kita lihat.. dia menjadi namja yang menarik untuk
diperhatikan.. apalagi, Kangin juga punya sejarah dengan Donghae yang membuat
mereka begitu dekat..]
=Please Call My Name=
[Ost. Cat Funeral]
Cast : Donghae – Kangin
><
..
><
Sampai kapan kau akan
seperti ini padaku? Apa sangat besar kemarahanmu hingga kau tidak melihatku
lagi sebagai seorang kakak, Hae?
Kangin sudah
menyiapkan makan malam mereka di atas meja. Tidak banyak yang bisa ia masak,
tapi demi adiknya Kangin bahkan rela belajar membuat masakan kesukaan Donghae.
Setelah kedua orang tuanya pergi tinggal Donghae yang menjadi satu-satunya
keluarga yang ia miliki.
Trap..
Trap..
Kepalanya menengok
memastikan kedatangan seseorang yang sudah ditunggunya dari tadi. Benar. Itu
dia.. dongsaeng kesayangannya.
“kau sudah pulang?”
“… …”
“makanlah dulu..
wajahu pucat, apa kuliahmu lancar??”
“aku tidak lapar..”
Kangin mencegahnya
pergi ke kamar, ia menarik lengan adiknya membuatnya duduk di depan meja makan
“aku sudah memasak banyak malam ini, menyia-nyiakan makanan tidak baik..
makanlah dulu setelah itu kau boleh ke kamar..”
Donghae tidak
menjawab, ia hanya mendesah.. lalu mengambil mangkuk dan sendok.. mengambil
makanan di depannya dan mulai mengunyah. Sejujurnya masakan Kangin selalu enak
baginya, tapi ia tak bisa mengatakan itu di depan kakanya..
“bagaiamana?” Donghae
hanya mengedikkan bahu “eoh, ini makan dagingnya, tubuhmu mulai kurus ku
lihat..” sepotong irisan daging diberikan di mangkuk Donghae oleh Kangin.
Kangin tahu adiknya
sangat lelah, di sela kuliahnya namja itu mengambil kerja part-time sebagai
pengantar kiriman, sedangkan pagi harinya ia masih sempat mengantar susu.
Kangin sudah berulang kali menyuruhnya berhenti bekerja karena ia masih menjadi
tanggungannya, tetapi sikap keras kepala ditambah kemarahannya pada Kangin
membuatnya tetap melakukan pekerjaan itu.
“Hae-ya.. kalau kau
lelah, sebaiknya jangan terlalu banyak mengambil pekerjaan. Hyung masih sanggup
membiayaimu..” Kangin begitu prihatin dengannya. Tidak jarang Donghae pulang
dalam keadaan lelah, seringkali pula ia bolos kuliah karena kelelahan bekerja.
“sebenarnya apa yang
kau cari dari pekerjaan itu?? kalau kau hanya ingin menghindar bertemu
denganku, bukan begini caranya.. bagaimanapun juga.. kau dongsaengku Hae..”
Kim Donghae berhenti
makan, menatap kakaknya Kim Kangin..
“aku lelah..” datarnya
kemudian “sekarang boleh aku ke kamar?”
Hah… “baiklah..”
akhirnya.
Kangin tak tahu
ternyata Donghae sekeras itu. tapi ia bisa menyalahkan siapa? Dirinya? Ya,
hanya dirinya yang ada.. kalau bisa, Kangin juga ingin mengakhiri semua ini,
pergi dari kehidupan Donghae. tapi ia berpikir lagi.. adiknya tidak akan ada
yang mengurus kalau dia pergi. Donghae sangat membutuhkannya sekarang ini..
Hanya..
‘hyung sangat merindukanmu, Hae..’
Kangin nekat masuk ke
kamar Donghae, ia sudah tahan hidup seperti ini. Tujuh bulan.. ya, selama itu
hubungannya dengan adiknya tidak baik. Donghae sangat marah pada Kangin, karena
ia tidak memberi tahu Donghae karena orangtua mereka mengalami kecelakaan dan
meninggal. Donghae baru tahu seminggu setelah pemakaman.. alasan Kangin waktu
itu karena ia tak ingin mengganggu Donghae yang masih ujian sekolah di Seoul.
Donghae marah, karena
ia tidak bisa melihat dan menemani orangtuanya di akhir hidup mereka. Ia
mendiamkan Kangin seketika. Sejak ia kembali pindah ke Jinan bersama dengan
hyungnya itu, Donghae tak sekalipun memanggil nama Kangin. Ia berbicara
seperlunya, ia mencari uang sendiri untuk keperluannya kecuali untuk makan
masih dipaksa Kangin untuk tidak membeli di luar.
“hyung ingin bicara
denganmu Hae..” pintu kamar Donghae belum ditutup seperti biasanya jadi Kangin
bisa langsung masuk. Donghae sendiri tidur tengkurap di atas ranjang dengan
sebuah buku di tangannya. Ia tak bergerak sedikitpun untuk menengok Kangin,
hanya tangannya yang membuka lembar berikutnya pada buku itu.
“sampai kapan kau akan
seperti ini padaku? Apa kau belum puas menghukumku selama ini? kenapa kau tidak
mengerti juga dari maksudku melakukan semua ini padamu Hae?” lanjutnya “aku
hanya tidak ingin kau terlalu cemas.. aku sangat menyayangimu Hae.. dan sudah
berapa kali aku meminta maaf padamu.. kau masih tidak memaafkanku?” ujar
Kangin. Emosinya sudah tidak bisa dikontrol lagi, tangisnya menyeruak pilu di
kamar itu.
Donghae berhenti.. dia
diam..
“apa maumu sekarang??”
“pergilah, aku ingin
belajar..”
“tidak!” protes Kangin
“kita harus menyelesaikan ini..”
“keluarlah..” Donghae
masih tidak mau menatap Kangin
“apa aku harus
menghilang juga agar kau bisa memaafkanku? Agar kau kembali pada Donghae yang
ku kenal?” isaknya makin parah.
“apa maksudmu?” kini
ia tersulut emosi, tiba-tiba bangun dan berdiri tegak seakan menantang Kangin.
“Hae-ya.. bisakah kau
panggil namaku lagi? bisakah kau memanggilku hyung lagi?”
Donghae tak tahan
dengan tangisan Kangin, ia mendorong tubuh kakaknya yang jauh lebih besar
darinya untuk keluar kamar.
Bllaam..
Ckkrr..
Pintu tertutup kasar
dan dikunci dari dalam.. Kangin kembali menangis, tubuhnya merosot rapuh di
depan pintu itu sambil menggedornya pelan karena ia tak punya tenaga lagi.
Di dalam sana..
Donghae menyandarkan
punggung tubuhnya di pintu kamar yang ditutupnya paksa. Dengan tangan kanannya
ia menutup mulutnya sendiri yang kini ikut terisak. Ia tidak ingin Kangin tahu
kalau ua juga menangis saat ini, ia juga rapuh..
‘aku kecewa padamu, hyung.. kenapa kau tidak memberiku
kesempatan untuk melihat Appa dan Umma untuk terakhir kalinya..’ raungnya dalam hati ‘apa aku tidak boleh melihatnya? Kenapa
hyung? Aku juga anak Appa dan Umma kan? Aku memang akan sangat sedih tapi
setidaknya aku dan kau masih bisa berbagi kesedihan itu kan? Ujianku tidak
penting.. sekolahku tidak penting..’
Keduanya sama-sama
terluka.. kecewa.. menyesal.. dan menangis..
><
..
><
Braagghh..
Praankk..
Plaaakk.. Beeeuugh!!
Namja itu lemas
seketika dan ambruk. Sedangkan orang-orang yang memukulinya pergi setelah
mengambil uang di tangannya.
><
..
><
Srraakkk..
Bbaagg..
Kangin melempar kasar
tubuhnya ke atas sofa ruang tengah, ia sudah tak sanggup untuk sekedar berjalan
dua meter lagi ke kamarnya.
Donghae yang sedang di
dapur mendengar erangan pelan. Sedikit penasaran ia mengintipnya.. matanya
mengernyit saat melihat Kangin terkapar di sofa, darah segar keluar di sudut
bibirnya dan bagian tubuh yang lainnya lebam kebiruan.
Segera ia mendekat
melihat Kangin..
Tragis..
Keadaannya sungguh
menyedihkan..
Tangan Donghae
bergetar, jantungnya berdetak kencang hingga membuat napasnya tak beraturan.
“hyung…..” panggilnya
sendu “hyung.. Kangin hyung?? Hyung..” Donghae begitu panik. Ia menyentuh tubuh
Kangin kebingungan. Rasa cemasnya memuncak saat Kangin tak juga membuka mata.
Donghae berlari ke dapur mengambil air untuk mengompres luka Kangin, ia berlari
ke kotak obat juga dan membawa semua isisnya ke ruang tengah. Donghae
berjongkok di dekat Kangin dan mulai mengobati kakaknya..
Satu hal yang tak
disadari olehnya, matanya sudah basah oleh isaknya sendiri.. ia memaki, ia
marah.. menyalahkan kecerobohan Kangin tapi jemarinya masih setia mengobati
luka-luka itu.
Setelahnya ia
mengambil selimut tebal dan menutup tubuh dingin Kangin.
“hyung… buka matamu
hyung.. jangan tinggalkan aku.. aku takut..” Donghae masih terisak “jebal,
mianhae.. hyung..”
Donghae menelungkupkan
kepalanya di dada bidang Kangin, terisak berat di sana..
><
..
><
Kangin terbangun
dengan pusing di kepala masih terasa. Begitu membuka mata ia menyadari bahwa
ada handuk di keningnya, tubuhnya tertutup selimut dan luka-lukanya sudah
terolesi obat. Ia berpikir keras, siapa yang melakukan semua ini padanya sampai
ia mendengar suara seseorang menggerutu jengkel di arah dapur. Kangin bangkit
dan mencoba berjalan walau tertatih. Ia tak berani masuk dapur, hanya melihat
dari sekat dindingnya saja..
Senyum merekah indah
di bibirnya saat tahu..
“aaiisshh.. bagaimana
ini? aku tidak bisa membuat bubur? Kenapa rasanya aneh padahal sudah sesuai
resep?? Aaiisshh… menyebalkan!!”
“apa yang kau
lakukan?” tegur Kangin tak sabar
Donghae terkejut, ia tak
sadar kalau kakaknya sudah bangun.. harusnya ia lebih cepat bekerja tadi,
menaruh bubur itu di meja lalu ia pergi..
Sekarang, bagaimana
raut wajahnya??
“eoh.. aniyo..”
“pembohong..” senyum
Kangin sambil menghampirinya “biar aku saja..” Kangin mengambil sendok di
tangan Donghae “tanganmu bisa terluka kalau kau sembaranga memegang benda panas
ini.. kalau kau tidak bisa membuat bubur jangan paksakan diri.. aku tidak mau
kau terluka karena ini semua..”
“tidak perlu
berlebihan, kaulah yang harus hati-hati..” sinisnya
“ne, aku akan
hati-hati.. tapi soal pekerjaan dapur aku sudah terbiasa.. aku sudah pernah
tersiram air panas, terkena percikan minyak panas bahkan melepuh karena wajan
ini..”
“tapi belum sampai
terbakar kompor kan?”
“eoh, kau ingin itu
terjadi padaku??” Kangin menghentikan pekerjaannya, menatap ke arah Donghae.
Donghae salah tingkah
“sepertinya kau sudah baikan, kalau begitu aku pergi dulu..”
Belum sempat ia
melangkah, Kangin menahannya.
“jangan pergi hari
ini.. temani aku.. tubuhku masih terasa sakit semua bahkan aku masih merasa
sedikit pusing..”
Donghae diam..
“duduklah..” Kangin
mendorong tubuh adiknya untuk duduk di meja makan “tunggu di sini sampai aku
selesai memasak..” ia tak tega juga kalau hanya membuat bubur, Kangin berniat
membuat soup untuk Donghae. ia tahu persis, semalam Donghae yang sudah
merawatnya..
Srreennkk… Srrankk…
ssrkkk…
Donghae mengamati
semua pergerakan Kangin dengan cemas, takut-takut terjadi sesuatu pada kakanya.
Tapi mulutnya terkunci rapat untuk berkata-kata.
20 menit…
Semangkuk bubur untuk
Kangin, semangkuk soup untuk Donghae..
“makanlah.. kau belum
makan dari tadi kan? Karena terlalu sibuk dengan bubur ini..” Kangin
menyodorkan mangkuknya dekat dengannya.
Donghae menatap
masakan itu sendu, matanya panas hingga berair..
Tes..
Tes..
Kangin yang melihat
itu terkejut..
“Donghae-ya..
gwaenchana saengi?? Kau tidak sakit juga kan?” tanya Kangin. Donghae masih saja
terisak bahkan makin keras ia menangis..
Kangin panik, ia
berdiri lalu memeluk Donghae erat.. “waeyo?? Katakan pada hyung.. kau baik-baik
saja? apa kau merasa tidak enak badan??” Kangin mengusap-usap punggung adiknya
lembut tapi penuh kecemasan.
Hiks..
Hiks..
“mianhae..” satu kata
lirih keluar dari mulut Donghae yang masih sedikit kelu “mianhae hyung..
mianhae Kangin hyung..” ucapnya di tengah isaknya yang makin menjadi. Ia
memeluk lengan Kangin yang membelainya, membenamkan kepalanya di dada sang
kakak dan semakin jauh terisak di sana..
Kangin ikut menangis..
giliran ia yang tak bisa berucap apapun kini..
Kangin membiarkan
Donghae dalam keadaannya selama beberapa menit. Ia tak berucap apapun untuk
menjawab permintaan maaf adiknya yang terus terlontar tak henti.. permintaan
maaf yang semakin menyakitinya. Ia tak suka. Harusnya ia yang meminta maaf,
bukan Donghae.
><
..
><
Tenang sekali ia
terlelap, matanya yang terpejam membuatnya kelihatan sangat polos. Kangin
mengusap kening Donghae menyingkirkan beberapa poni yang menghalangi matanya..
“Donghae-ya.. saengi..
irroena!!”
Akhirnya mata itu
terbuka pelan..
“sudah sampai hyung??”
“ne..”
Mereka sudah sampai di
tujuan. Donghae tadi tertidur di mobil yang di kendarai Kangin. Meski Donghae
memaksa untuk mengemudi tadi Kangin memarahinya. Luka lebamnya memang masih
sedikit sakit tapi akan berbahaya kalau membiarkan Donghae yang menyetir mobil.
Lagipula anak itu malah tertidur selama perjalanan membuktikan kalau ia sangat
lelah.
Keduanya lalu turun
bersama dan berjalan ke arah pohon maple di tengah bukit..
Donghae masih tak bisa
menyembunyikan kesedihannya tapi ia sudah bisa tegar sekarang..
“Umma, Appa.. kami
datang..”
“mian Umma, Appa.. aku
sudah lama tidak kemari..” ucap Donghae “mulai hari ini Hae janji akan hidup
dengan baik bersama hyung..”
Kangin terenyuh dengan
pengakuan adiknya..
“aku akan menjaganya
dengan baik, jadi tidak perlu cemas.. awasi dan jaga saja kami dari atas
sana..”
Tidak ada yang bisa membuatmu terpisah dariku Hae, maut
sekalipun. Kau tetap adikku dan aku kakakmu. Kau mau mengingkari sampai
kapanpun, ikatan itu akan mengembalikan semuanya.. aku percaya itu, dan
sekarang aku membuktikannya..
Aku menyayangimu, Kim Donghae, adikku..
_nde, Kangin hyung.._
Kau memanggil namaku sekarang??
_nde.._
>FIN<
Nice ff
BalasHapus^^
Aku bacanya sampe berkaca-kaca ini minnnn~~~ hiksss... Bagusss ceritanya... ^^.
BalasHapushehehe.. gumawo sudah baca ff aku..
BalasHapusBagus minn.. di tunggu ff selanjutnya araseo..
BalasHapus