Kamis, 21 Januari 2016

Please Call My Name



[tiba-tiba menyukai fanfic dengan Cast “Kangin”, gara-gara melihatnya di film Cat Funeral. Kangin.. menjadi berbeda dari kepribadiannya yang seringkali kita lihat.. dia menjadi namja yang menarik untuk diperhatikan.. apalagi, Kangin juga punya sejarah dengan Donghae yang membuat mereka begitu dekat..]
=Please Call My Name=
[Ost. Cat Funeral]
Cast : Donghae – Kangin
>< 
..
>< 
Sampai kapan kau akan seperti ini padaku? Apa sangat besar kemarahanmu hingga kau tidak melihatku lagi sebagai seorang kakak, Hae?
Kangin sudah menyiapkan makan malam mereka di atas meja. Tidak banyak yang bisa ia masak, tapi demi adiknya Kangin bahkan rela belajar membuat masakan kesukaan Donghae. Setelah kedua orang tuanya pergi tinggal Donghae yang menjadi satu-satunya keluarga yang ia miliki.
Trap..
Trap..
Kepalanya menengok memastikan kedatangan seseorang yang sudah ditunggunya dari tadi. Benar. Itu dia.. dongsaeng kesayangannya.
“kau sudah pulang?”
“… …”
“makanlah dulu.. wajahu pucat, apa kuliahmu lancar??”
“aku tidak lapar..”
Kangin mencegahnya pergi ke kamar, ia menarik lengan adiknya membuatnya duduk di depan meja makan “aku sudah memasak banyak malam ini, menyia-nyiakan makanan tidak baik.. makanlah dulu setelah itu kau boleh ke kamar..”
Donghae tidak menjawab, ia hanya mendesah.. lalu mengambil mangkuk dan sendok.. mengambil makanan di depannya dan mulai mengunyah. Sejujurnya masakan Kangin selalu enak baginya, tapi ia tak bisa mengatakan itu di depan kakanya..
“bagaiamana?” Donghae hanya mengedikkan bahu “eoh, ini makan dagingnya, tubuhmu mulai kurus ku lihat..” sepotong irisan daging diberikan di mangkuk Donghae oleh Kangin.
Kangin tahu adiknya sangat lelah, di sela kuliahnya namja itu mengambil kerja part-time sebagai pengantar kiriman, sedangkan pagi harinya ia masih sempat mengantar susu. Kangin sudah berulang kali menyuruhnya berhenti bekerja karena ia masih menjadi tanggungannya, tetapi sikap keras kepala ditambah kemarahannya pada Kangin membuatnya tetap melakukan pekerjaan itu.
“Hae-ya.. kalau kau lelah, sebaiknya jangan terlalu banyak mengambil pekerjaan. Hyung masih sanggup membiayaimu..” Kangin begitu prihatin dengannya. Tidak jarang Donghae pulang dalam keadaan lelah, seringkali pula ia bolos kuliah karena kelelahan bekerja.
“sebenarnya apa yang kau cari dari pekerjaan itu?? kalau kau hanya ingin menghindar bertemu denganku, bukan begini caranya.. bagaimanapun juga.. kau dongsaengku Hae..”
Kim Donghae berhenti makan, menatap kakaknya Kim Kangin..
“aku lelah..” datarnya kemudian “sekarang boleh aku ke kamar?”
Hah… “baiklah..” akhirnya.
Kangin tak tahu ternyata Donghae sekeras itu. tapi ia bisa menyalahkan siapa? Dirinya? Ya, hanya dirinya yang ada.. kalau bisa, Kangin juga ingin mengakhiri semua ini, pergi dari kehidupan Donghae. tapi ia berpikir lagi.. adiknya tidak akan ada yang mengurus kalau dia pergi. Donghae sangat membutuhkannya sekarang ini..
Hanya..
‘hyung sangat merindukanmu, Hae..’
Kangin nekat masuk ke kamar Donghae, ia sudah tahan hidup seperti ini. Tujuh bulan.. ya, selama itu hubungannya dengan adiknya tidak baik. Donghae sangat marah pada Kangin, karena ia tidak memberi tahu Donghae karena orangtua mereka mengalami kecelakaan dan meninggal. Donghae baru tahu seminggu setelah pemakaman.. alasan Kangin waktu itu karena ia tak ingin mengganggu Donghae yang masih ujian sekolah di Seoul.
Donghae marah, karena ia tidak bisa melihat dan menemani orangtuanya di akhir hidup mereka. Ia mendiamkan Kangin seketika. Sejak ia kembali pindah ke Jinan bersama dengan hyungnya itu, Donghae tak sekalipun memanggil nama Kangin. Ia berbicara seperlunya, ia mencari uang sendiri untuk keperluannya kecuali untuk makan masih dipaksa Kangin untuk tidak membeli di luar.
“hyung ingin bicara denganmu Hae..” pintu kamar Donghae belum ditutup seperti biasanya jadi Kangin bisa langsung masuk. Donghae sendiri tidur tengkurap di atas ranjang dengan sebuah buku di tangannya. Ia tak bergerak sedikitpun untuk menengok Kangin, hanya tangannya yang membuka lembar berikutnya pada buku itu.
“sampai kapan kau akan seperti ini padaku? Apa kau belum puas menghukumku selama ini? kenapa kau tidak mengerti juga dari maksudku melakukan semua ini padamu Hae?” lanjutnya “aku hanya tidak ingin kau terlalu cemas.. aku sangat menyayangimu Hae.. dan sudah berapa kali aku meminta maaf padamu.. kau masih tidak memaafkanku?” ujar Kangin. Emosinya sudah tidak bisa dikontrol lagi, tangisnya menyeruak pilu di kamar itu.
Donghae berhenti.. dia diam..
“apa maumu sekarang??”
“pergilah, aku ingin belajar..”
“tidak!” protes Kangin “kita harus menyelesaikan ini..”
“keluarlah..” Donghae masih tidak mau menatap Kangin
“apa aku harus menghilang juga agar kau bisa memaafkanku? Agar kau kembali pada Donghae yang ku kenal?” isaknya makin parah.
“apa maksudmu?” kini ia tersulut emosi, tiba-tiba bangun dan berdiri tegak seakan menantang Kangin.
“Hae-ya.. bisakah kau panggil namaku lagi? bisakah kau memanggilku hyung lagi?”
Donghae tak tahan dengan tangisan Kangin, ia mendorong tubuh kakaknya yang jauh lebih besar darinya untuk keluar kamar.
Bllaam..
Ckkrr..
Pintu tertutup kasar dan dikunci dari dalam.. Kangin kembali menangis, tubuhnya merosot rapuh di depan pintu itu sambil menggedornya pelan karena ia tak punya tenaga lagi.
Di dalam sana..
Donghae menyandarkan punggung tubuhnya di pintu kamar yang ditutupnya paksa. Dengan tangan kanannya ia menutup mulutnya sendiri yang kini ikut terisak. Ia tidak ingin Kangin tahu kalau ua juga menangis saat ini, ia juga rapuh..
‘aku kecewa padamu, hyung.. kenapa kau tidak memberiku kesempatan untuk melihat Appa dan Umma untuk terakhir kalinya..’ raungnya dalam hati ‘apa aku tidak boleh melihatnya? Kenapa hyung? Aku juga anak Appa dan Umma kan? Aku memang akan sangat sedih tapi setidaknya aku dan kau masih bisa berbagi kesedihan itu kan? Ujianku tidak penting.. sekolahku tidak penting..’
Keduanya sama-sama terluka.. kecewa.. menyesal.. dan menangis..
>< 
..
>< 
Braagghh..
Praankk..
Plaaakk.. Beeeuugh!!
Namja itu lemas seketika dan ambruk. Sedangkan orang-orang yang memukulinya pergi setelah mengambil uang di tangannya.
>< 
..
>< 
Srraakkk..
Bbaagg..
Kangin melempar kasar tubuhnya ke atas sofa ruang tengah, ia sudah tak sanggup untuk sekedar berjalan dua meter lagi ke kamarnya.
Donghae yang sedang di dapur mendengar erangan pelan. Sedikit penasaran ia mengintipnya.. matanya mengernyit saat melihat Kangin terkapar di sofa, darah segar keluar di sudut bibirnya dan bagian tubuh yang lainnya lebam kebiruan.
Segera ia mendekat melihat Kangin..
Tragis..
Keadaannya sungguh menyedihkan..
Tangan Donghae bergetar, jantungnya berdetak kencang hingga membuat napasnya tak beraturan.
“hyung…..” panggilnya sendu “hyung.. Kangin hyung?? Hyung..” Donghae begitu panik. Ia menyentuh tubuh Kangin kebingungan. Rasa cemasnya memuncak saat Kangin tak juga membuka mata. Donghae berlari ke dapur mengambil air untuk mengompres luka Kangin, ia berlari ke kotak obat juga dan membawa semua isisnya ke ruang tengah. Donghae berjongkok di dekat Kangin dan mulai mengobati kakaknya..
Satu hal yang tak disadari olehnya, matanya sudah basah oleh isaknya sendiri.. ia memaki, ia marah.. menyalahkan kecerobohan Kangin tapi jemarinya masih setia mengobati luka-luka itu.
Setelahnya ia mengambil selimut tebal dan menutup tubuh dingin Kangin.
“hyung… buka matamu hyung.. jangan tinggalkan aku.. aku takut..” Donghae masih terisak “jebal, mianhae.. hyung..”
Donghae menelungkupkan kepalanya di dada bidang Kangin, terisak berat di sana..
>< 
..
>< 
Kangin terbangun dengan pusing di kepala masih terasa. Begitu membuka mata ia menyadari bahwa ada handuk di keningnya, tubuhnya tertutup selimut dan luka-lukanya sudah terolesi obat. Ia berpikir keras, siapa yang melakukan semua ini padanya sampai ia mendengar suara seseorang menggerutu jengkel di arah dapur. Kangin bangkit dan mencoba berjalan walau tertatih. Ia tak berani masuk dapur, hanya melihat dari sekat dindingnya saja..
Senyum merekah indah di bibirnya saat tahu..
“aaiisshh.. bagaimana ini? aku tidak bisa membuat bubur? Kenapa rasanya aneh padahal sudah sesuai resep?? Aaiisshh… menyebalkan!!”
“apa yang kau lakukan?” tegur Kangin tak sabar
Donghae terkejut, ia tak sadar kalau kakaknya sudah bangun.. harusnya ia lebih cepat bekerja tadi, menaruh bubur itu di meja lalu ia pergi..
Sekarang, bagaimana raut wajahnya??
“eoh.. aniyo..”
“pembohong..” senyum Kangin sambil menghampirinya “biar aku saja..” Kangin mengambil sendok di tangan Donghae “tanganmu bisa terluka kalau kau sembaranga memegang benda panas ini.. kalau kau tidak bisa membuat bubur jangan paksakan diri.. aku tidak mau kau terluka karena ini semua..”
“tidak perlu berlebihan, kaulah yang harus hati-hati..” sinisnya
“ne, aku akan hati-hati.. tapi soal pekerjaan dapur aku sudah terbiasa.. aku sudah pernah tersiram air panas, terkena percikan minyak panas bahkan melepuh karena wajan ini..”
“tapi belum sampai terbakar kompor kan?”
“eoh, kau ingin itu terjadi padaku??” Kangin menghentikan pekerjaannya, menatap ke arah Donghae.
Donghae salah tingkah “sepertinya kau sudah baikan, kalau begitu aku pergi dulu..”
Belum sempat ia melangkah, Kangin menahannya.
“jangan pergi hari ini.. temani aku.. tubuhku masih terasa sakit semua bahkan aku masih merasa sedikit pusing..”
Donghae diam..
“duduklah..” Kangin mendorong tubuh adiknya untuk duduk di meja makan “tunggu di sini sampai aku selesai memasak..” ia tak tega juga kalau hanya membuat bubur, Kangin berniat membuat soup untuk Donghae. ia tahu persis, semalam Donghae yang sudah merawatnya..
Srreennkk… Srrankk… ssrkkk…
Donghae mengamati semua pergerakan Kangin dengan cemas, takut-takut terjadi sesuatu pada kakanya. Tapi mulutnya terkunci rapat untuk berkata-kata.
20 menit…
Semangkuk bubur untuk Kangin, semangkuk soup untuk Donghae..
“makanlah.. kau belum makan dari tadi kan? Karena terlalu sibuk dengan bubur ini..” Kangin menyodorkan mangkuknya dekat dengannya.
Donghae menatap masakan itu sendu, matanya panas hingga berair..
Tes..
Tes..
Kangin yang melihat itu terkejut..
“Donghae-ya.. gwaenchana saengi?? Kau tidak sakit juga kan?” tanya Kangin. Donghae masih saja terisak bahkan makin keras ia menangis..
Kangin panik, ia berdiri lalu memeluk Donghae erat.. “waeyo?? Katakan pada hyung.. kau baik-baik saja? apa kau merasa tidak enak badan??” Kangin mengusap-usap punggung adiknya lembut tapi penuh kecemasan.
Hiks..
Hiks..
“mianhae..” satu kata lirih keluar dari mulut Donghae yang masih sedikit kelu “mianhae hyung.. mianhae Kangin hyung..” ucapnya di tengah isaknya yang makin menjadi. Ia memeluk lengan Kangin yang membelainya, membenamkan kepalanya di dada sang kakak dan semakin jauh terisak di sana..
Kangin ikut menangis.. giliran ia yang tak bisa berucap apapun kini..
Kangin membiarkan Donghae dalam keadaannya selama beberapa menit. Ia tak berucap apapun untuk menjawab permintaan maaf adiknya yang terus terlontar tak henti.. permintaan maaf yang semakin menyakitinya. Ia tak suka. Harusnya ia yang meminta maaf, bukan Donghae.
>< 
..
>< 
Tenang sekali ia terlelap, matanya yang terpejam membuatnya kelihatan sangat polos. Kangin mengusap kening Donghae menyingkirkan beberapa poni yang menghalangi matanya..
“Donghae-ya.. saengi.. irroena!!”
Akhirnya mata itu terbuka pelan..
“sudah sampai hyung??”
“ne..”
Mereka sudah sampai di tujuan. Donghae tadi tertidur di mobil yang di kendarai Kangin. Meski Donghae memaksa untuk mengemudi tadi Kangin memarahinya. Luka lebamnya memang masih sedikit sakit tapi akan berbahaya kalau membiarkan Donghae yang menyetir mobil. Lagipula anak itu malah tertidur selama perjalanan membuktikan kalau ia sangat lelah.
Keduanya lalu turun bersama dan berjalan ke arah pohon maple di tengah bukit..
Donghae masih tak bisa menyembunyikan kesedihannya tapi ia sudah bisa tegar sekarang..
“Umma, Appa.. kami datang..”
“mian Umma, Appa.. aku sudah lama tidak kemari..” ucap Donghae “mulai hari ini Hae janji akan hidup dengan baik bersama hyung..”
Kangin terenyuh dengan pengakuan adiknya..
“aku akan menjaganya dengan baik, jadi tidak perlu cemas.. awasi dan jaga saja kami dari atas sana..”

Tidak ada yang bisa membuatmu terpisah dariku Hae, maut sekalipun. Kau tetap adikku dan aku kakakmu. Kau mau mengingkari sampai kapanpun, ikatan itu akan mengembalikan semuanya.. aku percaya itu, dan sekarang aku membuktikannya..
Aku menyayangimu, Kim Donghae, adikku..
_nde, Kangin hyung.._
Kau memanggil namaku sekarang??
_nde.._

>FIN<


4 komentar: