Senin, 26 Agustus 2013

Refleksi : Happy or Sad?



Happy Ending or Sad Ending?

Kupejamkan mata ini untuk bisa melihat begitu indah kenangan lalu itu. udara dingin mengiring rintik hujan sore itu. ku hirup udara yang cukup untuk membuat dadaku yang terasa sesak ini lega bernapas. Alunan musik seakan makin membuat aku terjebak dalam mimpi masa lalu itu. kenapa mesti terjadi, kenangan itu memang indah. Namun ketika semua berakhir, aku tak mampu mengulang lagi langkah baru ditempat yang sama.
Brak Brak Brak!! (suara gedoran pintu)
            “KEYRA!!” ditambah teriakan dari luar kamar
Keyra kaget, menengok dibalik jeruji kaca jendela kamar kostnya lalu segera membuka pintu setelah tau siapa yang teriak.
            “Berisik tau!! Ada apa?” setelah pintu terbuka
            “Jalan yuk!!” Radhe masuk kamarnya
            “kemana?”
            “Male!!” (Male = Malioboro)
            “ngapain?”
            “suntuk..”
            “males ach!”
            “Key, pliss!!”
            “Keluar dulu!! Aku mau ganti baju!”
Radhe nurut. Keluar kamar Keyra sambil nyengir.
Lima menit. Keyra keluar sambil membawa helm, mengunci pintu kamar kostnya.
“buruan!!”
Tiga menit. Keyra berada diboncengan Radhe, menelusur jalan.
Lima belas menit. Radhe membawa motornya untuk diparkir depan Male Mall. Menggandeng lengan Keyra dan mengajaknya masuk Mall itu.
“berantem sama pacar?” tanya Keyra sejenak mereka jalan
“sejak kapan aku punya pacar? Bahagia sekali kalau aku punya pacar dan yang pasti tak kan ku ajak kau jalan saat ini..”
“Kurang asem!! Gitu yang namanya teman?”
“Kau yang mulai pertengkaran ini..”
            “pertengkaran ini? aku tidak merasa sedang bertengkar denganmu..”
            “tapi aku merasa..”
            “itukan kau, bukan aku!!”
            “sama saja..”
            “sama dari mana?”
            “dari tadi..”
            “maksa banget..”
            “biarin..!!”
Keduanya diam.
            “aku mau makan..” gerutu Keyra
Radhe masih menggandeng lengannya, naik eskalator ke lantai tiga lalu pesan makan. Makanan yang sama tiap kali mereka pergi berdua seperti ini. Ayam krispi.
            “jadi kenapa?” ulang Keyra
            “gak jelas, tiba-tiba suntuk!!”
            “sebenarnya aku juga!!”
“kenapa?” Radhe balik tanya
“gak jelas, tiba-tiba suntuk”
“terus gimana..?”
“cuma kamu yang bikin suntuk ini ngilang..”
            “benarkah?”
            “jangan GR..”
Radhe mengulurkan jari manisnya. Keyra menyambut sambil tersenyum.
            “udah, makan dulu yuk..”
“habis ini mau kemana?”
            “kemana aja, yang penting jalan!!”
Empat puluh lima menit. Selesai makan, Radhe mengajak Keyra jalan lagi menyusur Malioboro. Terpajang dagangan para penjual baju batik, hiasan batik, asesoris batik, gelang, kalung, segala macam lainya yang aneh dan berbau budaya Jogja.
Sampai didepan Benteng.
            “mas, gulalinya satu..” ucap Keyra pada penjual gulali sambil menyodorkan uang dua ribu rupiah.
            “duduk situ yuk..” Radhe menariknya. Duduk di gasebo dengan kapasitas lima orang dipinggir jalan itu.
Keyra asyik menikmati gulali yang dibelinya.
            “mau?!”
Tanpa ragu, Radhe menggigit daun bunga gulali. Lalu keduanya sibuk menghabiskannya. Lama sekali tanpa suara.
            “kenapa?” tanya Keyra lagi
            “hampa.. gak tau kenapa, tapi benar-benar hampa..”
            “rasanya seperti capek untuk hidup?” sambung Keyra
            “he..e..” Radhe mengangguk.
Keyra duduk bersandar, memejamkan mata dan mengambil napas panjang.
            “aku juga capek, rasanya hidup ini gak ada tujuan.. aku sendiri bingung, untuk apa sebenarnya aku hidup? Kuliah.. cari ilmu.. kerja.. makan.. cuma gitu-gitu doank.. gak bermakna..”
            “lalu Tuhan?”
            “itu dia Dhe.. pernah gak kamu nanya kenapa Tuhan nyiptain kita untuk hidup, nyiptain dunia ini, nyiptain masalah untuk kita hadapi..”
            “emang masalah dari Tuhan? Bukan kita yang bikin?”
            “bukan itu, maksudnya kenapa kita mesti menghadapi masalah? Untuk hidup?”
            “kalau gak ada masalah berarti gak ada kehidupan..”
            “sok tau?”
“bukan aku yang ngomong!”
“Habis makan gulali? Jadi nglantur..”
            “haha..”
            “Dhe.. lihat!!” seru Keyra
Jauh kedepan ada adegan cinta.
            “lagi shoting..!! FTV paling-paling..”
            “permainan hidup lagi?”
            “he..e..” Radhe mengiyakan.
Andai hidup seperti cerita dalam sinema-sinema.. alangkah sangat begitu sekali indah. Bagaimana tidak? Jalan ceritanya kan kita bisa menentukan sendiri hingga menjadi cerita yang Happy Ending..
            “akhir yang bahagia!!”
            “tapi kita cuma manusia, gak ada yang bisa menebak jalan Tuhan..” lanjut Radhe
            “he..e.., kita jalani aja semua ini. yang penting udah usaha, entah happy ending.. sad ending.. biar Dia yang menentukan!”
            “bijaksana sekali? Tumben?”
            “gara2 gulali nich..!”
            “haha..”
God!! Help me to walk in my life..

Cerpen : Please, Don't Say Good Bye!



Please, Don’t Say Good Bye!

=Jesicha menulis…=
26 Juni, Ruang Layang-layang Cinta
Dear Langit Angkasa..
Setinggi apa aku ingin terbang, aku tidak akan tahu kapan dan dimana cinta itu akan kutemui nanti. langit itu luas.. langit itu bebas.. dan aku bagai layang-layang yang diterbangkan sang penciptaku. Ku tengok kesana kemari, berharap kan kulihat cinta yang selama ini kucari dan kunanti.
Cinta itu aneh, seaneh pertemuanku dengannya tadi sore.. siapa sangka, cowok favorit di sekolah ku dulu tahu namaku dan menyapku.. geli rasanya bercampur heran.
Sore tadi, Jesicha bertemu dengan Raska. Cowok cool idola masa SMA..
“hey.. kamu lupa ya sama aku?” sapa Raska
“ehm, maaf.. siapa ya?” (gubrak!! Katanya cowok idola.. masak bisa di lupakan begitu saja?) Jesicha mengerutkan kening
“waktu kelas satu kita memang tidak sekelas.. tapi tiap olahraga, kelas kamu sama kelasku selalu barengan..”
“ehm.. kamu..” Jesicha masih mikir
“Raska…” ujarnya sambil menyambar tangan Jesicha
“Hah? Serius kamu? Ya ampun lama banget ya gak ketemu..” (hahaha… dasar Jesicha, baru inget deh..)
“iyalah.. apalagi menjelang kelas tiga aku kan pindah..”
“ah.. iya juga ya.. gimana nih kabarnya”
“aku.. baik..”
Jesicha cuma manggut-manggut sambil senyum. Saking gugupnya sampai ia bingung mau tanya apa lagi..
“eh, kita tukeran nomor hp aja ya.. sebagai teman harus punya no hp-nya kan?” pinta Raska tiba-tiba. Dan dengan tiba-tiba pula, Jesicha mengiyakan… (hahaha.. ada-ada saja)

Seperti kata penyair.. waktu berjalan begitu cepat. Cinta adalah anugerah sekaligus misteri. Sama halnya dengan Jesicha dan Raska.. tahu-tahu mereka sudah begitu akrab, sangat akrab dan akrab sekali.
“udah siap belum?” suara di ujung telphon
“udah dari tadi..” jawabnya disini
“ya udah.. 10menit lagi aku jemput ya..”
“okey..”
10menit kemudian, Jesicha sudah berada diboncengan Raska. Raska hoby mancing.. kali ini ia mengajak Jesicha ketempat biasa ia mancing ikan.
30menit, mereka sampai dipantai.. di ujung pantai itu pohon bakau tumbuh dengan gratisnya. Akar-akar kuat menjalar kesana kemari membuat pemandangan jauh lebih indah.
“pantas aja kamu krasan mancing disini..”
Raska hanya mengangguk.. dan rupanya mereka menikmati saat-saat itu. Keduanya duduk diatas akar bakau, memancing sambil dengerin musik sambil curhat..
Raska lagi ribut sama pacarnya, Raska bilang Kikan cewek yang posesif.. Kikan bahkan sangat cemburuan.. Raska sakit hati karena Kikan juga tidak bisa menghargai orangtua Raska. Bagi Kikan, semua waktu yang Raska punya hanya untuk Kikan.. bukan membaginya dengan teman ataupun keluarga. Raska mulai capek..
“coba kasih penjelasan ke dia, Ka.. karena bagaimanapun juga keluarga harus tetap nomor satu bagiku.. jangan sampai hubungan kalian malah merusak hubungan keluarga yang sudah baik..”
“ehm.. sudah ku coba Cha..”
“kasih penjelasannya jangan sambil emosi..”
“itu juga sudah kulakukan kucoba..” lirih Raska.. “Hah, udahlah.. kok jadi bahas masalah ini?”
Jesicha kembali tersenyum, mencoba menikmati kebersamaan yang tidak pernah ia rasakan selama SMA dulu. Bahkan menyapa Raska pun saranya tidak pernah.
“Cha..” panggilnya
“hem?”
“kok kita jadi kayak romantisan gini ya?”
“WHAT??”
“hahaha..” Raska tertawa melihat reaksi Jesicha.. “photo bareng yuk.. buat kenang-kenangan..”
“eh…??”
Belum sempat Jesicha melanjutkan.. Raska udah main jepret sana jepret sini.. sampai lupa kalau mereka sedang memancing.
“Ka… pancingnya!!” teriak Jesicha tiba-tiba melihat pancing Raska
Secepat kilat Raska menariknya.. seekor ikan kecil tersangkut indah di kail Raska.
“Ha!!! Dari tadi? Berjam-jam.. cuma ikan kecil aja?? Ya ampun…” heran Jesicha
“hahahahaha…..” Raska malah udah ngakak…

=Kembali Jesicha menulis…=
03 November, Ruang Layang-layang Cinta…
Langit Angkasa… Hey..
Aku melihatnya.. aku melihat cinta itu disana, dibalik sebuah awan.. kalau itu memang untukku, izinkanlah aku bisa terbang kesana..
Raska baru saja menelphonku.. ia mengungkapkan rahasia yang selama ini dipendamnya. Lalu, aku harus bagaimana?
Bunyi suara jangkrik semakin jelas terdengar menandakan bahwa malam sudah demikian larut. Dari ujung sebuah kamar lirih terdengar suara Jesicha yang rupanya sedang berbicara dengan Raska di telphon.
“sejak kita jalan bareng Cha.. sejak aku mengenal kamu.. sejak itu pula aku merasa nyaman denganmu..”
“Kikan bagaimana?”
“aku putus denganya.. aku tidak bisa terus bersabar dengan sikapnya.. keluargaku juga butuh aku, bukan hanya dia.. aku butuh orang yang bisa menerima dan menghargai kelurgaku juga.. bukan orang yang egois..”
“he’em… terus..”
“aku menemukan itu di kamu.. dari cara kamu memandang sebuah keluarga itu seperti apa.. dari sikap kamu ke orangtua kamu.. dari semua cara kamu melihat orangtua.. aku tidak butuh lagi kata-kata dari kamu, karena aku sudah melihatnya sendiri..”
“maksudnya?”
“ibu akan senang bila aku bisa sama kamu yang menghargai dan monghormati setiap orangtua.. yang tidak egois demi kesenangan sendiri saja..”
“so…?” Jesicha tidak ingin banyak bicara lagi, karena akan panjang ceritanya kalau dia harus berceramah dan beragumen
“mau gak, kalau kita mencoba untuk bisa deket dan saling mengenal.. aku suka sama kamu udah lama sih, cuma aku baru berani mengatakannya sekarang..”
“WHAT?”
“aku pingin kamu jadi pacar.. eh bukan.. maksudku.. ya lebih ke.. ehm..”
“apa?”
“calon isteri? hahahaha…” Raska tertawa “aku pingin ada seseorang yang bisa serius sama aku..”
“sok dewasa kamu..”
“biarin.. tapi bukankah kalau udah urusan cinta terkadang kita harus dewasa menyikapinya?”
“ya.. ya..”
“jadi gimana? Jangan kasih aku jawaban kalau kamu butuh waktu buat mikir..”
“ndak lah.. aku bukan orang yang suka menunda-nunda.. bikin PR tambah aja..”
“lha, terus..??”
“kita jalani aja dulu ya.. aku sempat punya rasa yang sama ke kamu.. tapi kita belum saling mengenal.. kita belum saling tahu..”
“Yes!! Power ranger!!”
“apa?”
“ndak.. aku seneng aja.. oh ya, satu lagi.. sebelum kita lebih jauh aku ingin kamu tahu satu hal.. bagiku, persahabatan itu lebih penting..”
“ya, aku pun berpendapat sama kalau soal itu.. jadi paling tidak kita bisa saling menghargai jika masing-masing kita lagi jalan sama sahabat..” potong Jesicha

=Tulisan Jesicha lagi…=
18 Februari, Ruang Layang-layang Cinta
Hello Langit Angkasa..
Kali ini aku memohon pada Tuhan agar Dia menjaga kami.. menjaga perasaan kami.. menjaga hubungan kami..
Aku sangat menyanyanginya, aku berharap kebaikan demi kebaikan dapat kami rasakan..
Aku sangat mengasihinya, aku berharap kerinduan akan selalu ada diantara kami..
Aku sangat menyukainya, aku berharap kepercayaan dapat tumbuh di dalam hati kami..
Deru gemuruh ombak seiring dengan getaran di hati Jesicha. Ia sedang bersama Raska menikmati indahnya pantai sore hari. Raska bahkan tak sedetikpun melepaskan tangan Jesicha dari genggamannya sembari mengatakan “aku sayang kamu Cha..”
Tidak banyak bicara memang, tapi dari sorot mata masing-masing sudah terlalu banyak hal yang mereka ungkapkan. Jesicha lama menyandarkan kepalanya dipundak Raska.
“hari ini hari paling nyaman yang pernah kurasakan..”
“kenapa? Karena ada aku ya??”
“idiih kok kamu bisa GR dulu gitu sih?”
“terus apa donk..?”
“kasih tahu gak ya??”
“hey.. cepetan..”
“gak sabaran banget??”
Raska terdiam lagi, mungkin ia tak ingin memperdebatkan hal itu.
“karena aku diberi kesempatan Tuhan untuk bertemu dengan kamu.. dan dipercaya untuk bisa merasakan apa yang kurasakan saat ini..”
Raska memandang Jesicha penuh  arti.. mengecup keningnya dengan sepenuh hati..
Begitulah Raska dan Jesicha menjalin kasih diantara mereka. saling percaya.. saling jujur.. saling menjaga.. seperti kata orang kalau cinta itu indah.. cinta itu damai.. mereka berharap bahwa perasaan itu tidak pernah hilang sampai kapanpun. Mereka berharap bahwa hubungan mereka bisa terjalin hingga nanti.. hingga mereka siap untuk memutuskan pada tahap yang lebih serius. Setidaknya, itulah pikiran setiap manusia ketika ia merasa telah menemukan cinta sejati mereka.

=Masih lanjutan tulisan Jesicha..=
27 Maret, Ruang Layang-layang Cinta
Aku datang lagi Langit Angkasa..
Selalu ada dua sisih di dalam kehidupan ini.. selalu ada dua hal yang akan terjadi dan kita alami..
Kalau aku pernah merasakan indahnya cinta.. kini aku merasakan luka itu..
Ketika aku berani untuk mencintai dan dicintai.. seharusnya aku juga sudah tahu bahwa aku harus berani pula untuk terluka dan tersakiti..
Jesicha ingin marah, ingin menangis.. ingin teriak.. baru kemarin rasanya ia jalan bareng sama Raska, kini kenyataan menyakitkan harus diterimanya. Raska memutuskan hubungan mereka dengan alasan yang menurut Jesicha itu aneh..
“apa mungkin seseorang tiba-tiba memutuskan hubungan tanpa sebab? Kami tidak bertengkar.. kami sedang tidak ada masalah..”
“coba kamu tanya lagi ke dia.. tidak mungkin dia tidak punya alasan..” terang Kasih seorang sahabat setia Jesicha
“sudah.. dia hanya menjawab kalau dia memang sudah tidak bisa bersamaku lagi.. tidak bisa ya tidak bisa katanya..”
Jesicha masih tidak bisa mengerti mengapa Raska melakukan hal itu. Sampai suatu ketika Jesicha menemukan jawaban dari semuanya.
“Facebook… aku tadi melihat facebooknya Ka..”
“kenapa?”
“tertulis disitu… in relationship.. bahkan ia update photo dengan seorang cewek..”
“jadi kamu sudah tahu sekarang..”
“dia masih saja playboy, sama seperti waktu SMP aku mengenalnya..”
“kamu tahu dia playboy??”
“tahu.. tapi aku pikir aku bisa merubahnya.. aku pikir kini ia sudah mulai dewasa menyikapi sebuah hubungan.. aku sudah berusaha menjaga semuanya Ka.. menjaga agar tidak ada kata perpisahan diantara kami..”
Jesicha, bagaimanapun juga semua sudah terjadi.. bagaimanapun juga ia harus mampu menerima semua itu.. bagaimanapun juga ia harus tahu kalau tidak semua hal termasuk cinta dapat mempersatukan dua orang.. bisa jadi justru karena cintalah, kata perpisahan itu harus ada dalam sebuah hubungan..

Dengan cinta yang besar kita mengungkapkan “don’t say goodbye”. Tetapi, butuh lebih besar cinta untuk dapat mengungkapkan “goobye..”