Note : cerita
yang sudah lama kutulis sebelum akhirnya aku mengenal fanfic.. dan setelah ku
baca ulang, berulang dan berulang kali.. yang ada di otakku tak lain tak bukan
hanya Donghae dan Donghae… so, cerita ini bisa jadi fanfic juga ternyata..
“Ohayou Sun” With Cast :
Yuri : Vea Vanezha
Donghae : Radhe Kia
Eunhyuk : Raska Kai
Heechul : Bobby by
Yoona : Rista
Sungmin : Gilang
Siwon : Vino
Seohyun : Cherry
Ryeowook : Nuno
and Setting….place… replace… with “all about S.E.O.U.L”
“Ohayou Sun” With Cast :
Yuri : Vea Vanezha
Donghae : Radhe Kia
Eunhyuk : Raska Kai
Heechul : Bobby by
Yoona : Rista
Sungmin : Gilang
Siwon : Vino
Seohyun : Cherry
Ryeowook : Nuno
and Setting….place… replace… with “all about S.E.O.U.L”
“Dibalik kertas”_OHAYOU SUN_
-Vea Vanezha-
Kehidupan tidak
ada yang bisa menebak bagaimana ia akan membawa seseorang dimasa depannya. Aku
juga tahu itu, bahkan hal itu terkadang membuatku takut akan sebuah masa depan.
Mungkinkah happy ending seperti kebanyakan sinetron? Atau malah menjadi sad
ending dengan sebuah kegagalan? Tapi aku tak kan menyerah, seperti pagi ini.. ohayou
Sun!! Sinarnya pagi ini membawa semangat baru untukku menjalani hari ini.
“Vea... jadi berangkat bareng gak?”
suara dibalik pintu kamarku
“ya, tungguin bentar!” segera saja
aku berlari keluar kamar menuruni tangga mengejarnya sebelum aku ditinggalnya.
Ya, namaku Vea
Vanezha. Heran sebenarnya ada gadis desa yang punya nama secantik aku.. (jadi
GR..) sudah hampir tiga tahun aku di kota ini untuk kuliah dan selama itu aku
tinggal bersama tante, saudara dari ibu.
**_**
Dribel bola basket dilakukannya
dengan sangat indah, ya tentu saja siapa sih yang tidak mengenalnya di kampus
ini. Namanya Raska Kai Aditya, cowok cakep idola para cewek, gayanya super
perfect dari segala gaya. Disudut ruangan lain, terdengar jari jemari mahir
memainkan piano dengan sangat lincah. Kali ini namanya Radhe Kia Aditya,
tepatnya ia adalah adik kembar Raska. Raska lahir sepuluh menit lebih dulu
sebelum Radhe, 22 tahun lalu. Banyak hal yang membuatnya berbeda dari Raska.
Setidaknya begitulah kata orang, kembar tak berarti semua harus sama. Dan
bersama merekalah aku tinggal selama ini, ya! Kita adalah saudara sepupu.
Masih ada satu orang lagi, Bobby
Bayu Arga. Dia sepupu kami juga dari
keluarganya Om. Bukan seorang yang serius tapi sangat dewasa dan bijaksana
dalam menyikapi kelakuan kami yang seringkali kanak-kanak. Dia bagai kakak bagi
kami bertiga sekalipun jarak umur kami hanya terpaut satu tahun.
-Radhe Kia-
Aku sebel aja kalau lihat bunda
selalu belain Raska ketimbang aku. Padahal kita sama-sama anak ayah dan bunda.
Kendati demikian jawaban bunda tetap sama
“Radhe, contoh Kaka!!” begitulah
panggilan kecil Raska
“Dia teladan yang
baik. Lihat itu lemari depan penuh dengan piala-piala Raska” ceramah bunda yang
tak pernah berubah
Aneh memang, kita
bukan anak kecil lagi. Tapi tetap saja bagi bunda, Raska adalah anak manisnya
yang akan dijaganya dengan ketat bak guci yang mudah pecah hingga harus
ditempatkan senyaman mungkin bahkan kalau bisa dihindarkan dari jangkauan
anak-anak nakal seperti aku.
-Raska Kai-
Hidup itu santai saja, seperti aku!!
Semua yang ku ingin bisa kuraih dengan usaha yang tak terlalu usaha. Modal
tampang udah ada dari lahir, pinter, jago basket dan pasti idaman banyak cewek.
So, aku tak perlu lagi repot-repot pikirin hidup ini. Yang pasti, jalani saja
toh semua sudah ada yang mengatur.
“udah bunda, Deky emang gitu
anaknya. Di nasehati berapa kalipun pasti ujung-ujungnya gak bakal didengar..
tahu sendiri bunda, dia kan agak aneh” aku selalu capek saat bunda mulai ngomel
lagi. Padahal masalahnya cuma gara-gara Deky, panggilan kecil untuk Radhe.
-Bobby By-
Heran kenapa semua orang dirumah ini
gak ada yang bener sich? Ribut terus kerjaannya.
“kak Bobby, jangan diam aja donk.
Kasih pendapat gitu..”
“pendapat apa Ve? Semua emang
dasarnya sulit dikasih tahu juga..”
-Ohayou Sun-
Dengan kondisi
kacau, cerita inipun harus dimulai walau tak jelas sebenarnya bagaimana jalan
cerita ini??
Udara panas menyelimuti kota akhir-akhir ini. Ayah sempat sebel ketika lampu merah
menyalah membuatnya harus menghentikan mobil Avanza Silver miliknya sepulang
dari kerja sore itu. Tepat saat itu juga suara bising anak pengamen terdengar
dari luar kaca mobilnya.
“heran.. makin hari bukannya makin
maju malah makin banyak pengamen jalanan..”
“namanya juga ibukota, pak..” sahut pak Mamat sopir pribadi Ayah
“lihat saja itu Mat, harusnya mereka
sekolah.. atau kerja yang layak..”
“mau kerja apa, pak? Persaingan
makin berat, semua serba uang..”
Ayah menghela
nafas mengiyakan kata pak Mamat.. sebelum mobil melaju lagi, masih ada
sekelompok pengamen.
“Radhe?!” seru Ayah
Yang dipanggilnya
Radhe langsung lari begitu melihat Ayah. Kontan saja ayah terkejut, pak Mamat
yang tadinya konsentrasi di depan ikut menoleh ke arahnya.
“ada apa, pak?”
“kau lihat pengamen barusan? Mirip
sekali dengan Radhe. Atau jangan-jangan itu memang dia..”
“mana mungkin itu Radhe, buat apa
dia mengamen?”
“terus kalau bukan kenapa dia lari
begitu aku memanggilnya?”
“ah, sudalah pak.. itu pasti bukan
Radhe” tenang pak Mamat sambil mengemudikan mobilnya lagi.
Vea berlari kecil ke kamar Radhe
sambil menenteng secarik kertas tak jelas, mendobrak keras pintu kamar yang tak
terkunci dengan sedikit tergesa.
“Vea!” Radhe cukup kaget hingga ia
harus bangun dari tidurnya yang sebenarnya tidak sedang terlelap disamping
boneka kangurunya.
“Deky, aku punya syair.. tinggal tugas
kamu yang cari nadanya” disodorkannya kertas yang sedari tadi dipegangnya
Deky menerima dan
sedikit membaca “lumayan Ve, nanti deh aku cari nadanya..”
“ok! Eh, gimana hasilnya tadi?”
“sstt...!!” Radhe meletakkan jari
telunjuknya didepan mulut
“jangan keras-keras!! Tadi hampir
ketahuan Ayah, untung aku langsung lari”
“terus?! Ayah Om curiga gak?” tanya
Vea
“gak tahu, makanya mulai skarang
mesti hati-hati!!”
“siip..” Vea mengangkat jempolnya
“aku keluar dulu” sembari ia pergi dari kamar Radhe.
Diruang tamu sore
itu, Vea melihat Om dan Tantenya.
“Vea!!”
“Bunda tante? Ayah om?” panggilan
manisya untuk Tante dan Om
“tadi Bapak kamu telphone, katanya
uang buat beli buku udah ditransfer. Jangan lupa besok di cek” terang Ayah om
“iya,. besok Vea ke ATM”
Ruang makan selalu
ribut tiap kali Raska minta ini itu. Bukan apa-apa sich, cuma bikin sebel orang
disebelahnya saja. Kali ini yang duduk disebelah Raska adalah Radhe. Spontan
saja mereka saling adu mulut.
“manja banget sich? Gitu aja minta
di ambilin. Punya tangan buat apa?”
“kamu kan yang dekat.. minta tolong
doank, gak mau?”
Kalau sudah begini
hanya bunda yang bisa melerainya. Aneh memang melihat mereka berdua. Bagai
anjing ketemu kucing!!
Raska yang sok
keren, tapi memang sebenarnya dia sangat keren. Gimana gak? Penampilan adalah
yang utama baginya. Dan tentu saja mendukungnya menjadi incaran banyak cewek.
Namun tak satupun yang bisa merebut hatinya. Beda dengan Radhe tipe cowok yang setia.
Belum ada satu cewek yang menarik hatinya semenjak dia kehilangan Ghea. Ghea
mengalami kecelakaan dan tragisnya ia meninggal di tempat kejadian membuat
Radhe shock berat.
(lagu : Kesepian_Dygta, selama
Vea merenung)-(at least i still have you - suju m)
“Vea, kenapa
lagi?” Radhe menemani Vea duduk di ayunan belakang rumah
“biasa, nasib yang
tak bisa diajak kompromi..” jawabnya datar
“ha? Jangan bilang
kamu suka cowok lagi tapi ternyata waktu PDKT dia udah punya cewek?!” tebaknya
“begitulah...” Vea
putus harapan
“Ve, aku kasih
tahu kamu.. biarpun cewek suka cerita happy ending tapi gak semua kehidupan itu
akan happy ending. Yang penting gimana kita bisa mengahargai perjalanan hidup
ini..”
“niscaya kita bisa
merubah sad ending menjadi happy ending..” Vea mengikuti kalimat terakhir Radhe
hingga mereka mengucapkannya bersamaan.
“udah hafal aku
dengan kalimat kamu yang seperti itu..”
Radhe hanya
tersenyum tipis, sesaat kemudian ia berdiri tegak. Vea sempat terkejut melihatnya,
namun tak menyempatkan diri untuk bertanya.
“Vea, ayo!! Hari ini kita harus ke
studio latihan bareng anak-anak..”
“ups.. sorry aku lupa!” dikejarnya
Radhe yang sudah lebih dulu jalan
Tak banyak yang
tahu, termasuk orang-orang dirumah kalau Radhe dan Vea anggota sebuah band
kecil yang dibangunnya bersama anak-anak jalanan. Bahkan mereka punya gubuk
kecil sebagai tempat tinggal bagi anak-anak jalanan dan tempat belajar mereka.
Tentu saja semua ini tanpa sepengetahuan Ayah sama Bunda. Bukan apa-apa, hanya
saja Radhe bukanlah orang yang suka dengan pujian. Ia hanya ingin mereka bisa
punya masa depan suatu hari kelak.
“sorry telat..”
“yang lain juga ada yang belum
datang kok”
“kemana?!”
“katanya ngejar setoran, kalau gak
Bang Li bisa marah..” terang Nuno
Radhe bernafas
panjang “belum selesai juga urusan dengan Bang Li?”
“kita ngamen lagi hari ini, kita
selesaikan sekarang..” ujar Vea
Beginilah masalah
yang sering mereka hadapi, mereka harus setor sampai hutang mereka lunas.
Radhe beranjak
dari tempat itu, mengajak teman-temannya ke perempatan tempat mereka biasa
ngamen.
Selang beberapa
saat, Radhe terlihat berlari membisikkan sesuatu pada Vea.
“Deky! Apaan sich?”
“Ve, ada mobil Ayah..”



Radhe diam menatapnya
dan berusaha tak mengedipkan mata barang sejenak saja. Tangan yang terulur dari
kaca pintu mobil lah yang membuatnya demikian. Masih sempat juga ia melihat
senyum yang diberikan untuknya. Mukanya pucat pasi seketika itu juga.
“Deky, kenapa denganmu?”
“Ve, entah kau percaya atau tidak
yang jelas aku melihat senyum Ghea barusan..”
“kamu sakit?” Vea meletakkan
punggung tangannya di kening Radhe
“percaya aku Ve, sekali ini saja..
aku benar-benar melihatnya..”
“hhmm..”
“cewek barusan.. di mobil itu, senyumnya
mirip banget sama Ghea..”
“mungkin benar, tapi harus kau ingat
kalau Ghea tidak akan pernah kembali. Dia akan kembali lewat orang lain suatu
saat nanti ketika kau sudah bisa untuk melupakannya..”
“baik sekali kalimatmu! Akan ku
ingat..” Radhe tersenyum berusaha meremehkan
Vea hanya bisa
melotot padanya. “lihat saja nanti..”
Radhe mengangguk
cuek.
Kenapa juga Raska dan Radhe tidak
pernah bisa akur. Tidak ada yang mau berusaha untuk mengalah atau memahami satu
sama lain. Raska yang selalu ingin menjadi lebih baik dari Radhe, juga Radhe
yang serba cuek. Dasar orang aneh, udah sama-sama gede masih saja kekanakan.
Raska terlalu dimanja Bunda selama ini. Radhe lebih suka jadi orang yang
mandiri sedikit membuatnya lebih dewasa ketimbang Raska.
(lagu : Bunda_Melly mengalir
lembut)
“Bunda, kenapa juga Bunda manja-in
Kaka?” ketika melihat Bunda masuk kamarnya
“bukan begitu maksud Bunda..”
“kalau begitu?” Radhe sambil meraih
boneka kangurunya
“kamu benar ingin tahu?” bunda
berharap Radhe mendengarnya
“boleh!!”
“beberapa hari setelah kelahiran
kalian, dokter bilang kalau salah satu diantara kalian mungkin akan sedikit
terganggu masalah kesehatan. Dan waktu itu Kaka tiba-tiba sakit..” jelas Bunda
“Radhe mengerti sekarang” helanya
sambil sedikit menundukkan kepala “jadi Bunda sangat memperhatikan Kaka karena
itu? Terus apa kata dokter tentang ini?”
“Bunda tidak pernah ke dokter, Bunda
takut soal diagnosa..”
“kalau Radhe yang sakit, apa Bunda
melakukan hal yang sama kemudian cuek dengan Kaka?” tanya Radhe bagai bumerang
bagi bunda
“jangan bertanya seperti itu. Bunda
ini sayang sama kalian.. hanya mungkin..”
“sudah bunda, Radhe sudah cukup puas
mendengarnya.. maaf!”
Bunda terdiam
sesaat. “Bunda keluar dulu..”
Ok! Stop sampai disini! Cerita ini
harus dimulai dengan alur yang sebenarnya. Cerita tentang sebuah perjuangan
harus dengan pengorbanan.



(lagu : Mengenangmu_Kerispatih
mulai dari reff)-(memories-suju)
Radhe membuka lagi kardus kecilnya
yang berisi banyak kenangannya bersama Ghea. Matanya mulai berkaca-kaca ketika
jemari tangannya menyentuh foto Ghea yang masih disimpannya rapi dalam album.
Menjadi hal yang sulit ketika ia harus melepaskan dan melupakan Ghea secara
mendadak. Selama ini Ghea menjadi teman yang setia menemaninya dikala ia merasa
tidak betah dirumahnya sendiri dengan berbagai problem. Ghea juga lah yang
mampu membuatnya menjadi orang yang dewasa mengambil sikap.
_kenangan akan
Ghea melintas dalam benaknya_
Radhe buka tipe
cowok yang dengan gampang melupakan sesuatu, bahkan dia sangat menghargai sesuatu
sekecil apapun itu. Baginya semua itu melalui sebuah perjuangan dan butuh
pengorbanan.
“Ghea, aku belum paham kenapa kau
harus pergi.. bahkan sampai saat ini, kenangan akan kita menjadi mimpi buruk
bagiku..”
“aku tak sanggup memejamkan mata
lagi ketika bayanganmu hadir dalam tidurku.. aku takut.. ingin aku melawan
hati, aku ingin bangun dari mimpi bahwa kamu telah pergi.. untuk selamanya..”
“aku mohon Ghe, katakan padaku
kenapa kamu harus pergi.. dan juga katakan padaku, apa yang mesti ku lakukan
tanpamu kini..”
Lama sekali ia
terpuruk dalam kesedihan dan keputusasaan ini.
“Radhe Kia..!!” suara Vea dari balik
pintu
“Vea?! Sejak kapan..?”
“baru saja..” Vea mendekat “Dhe..
kamu gak bisa terus kayak gini, jangan jadi cowok yang lemah donk. Harusnya
kamu ajari aku gimana caranya untuk tetap kuat..”
“maksudnya?”
“sudah dua tahun Ghea pergi, dia
tentunya tak ingin kau seperti ini. Saatnya kau menatap tuch masa depan.. aku
yakin cowok sebaik kamu pasti akan dapat cewek yang baik juga, bukan kah kamu pernah
bilang kalau happy ending ditangan kita?”
“satu lagi.. ingat, Ohayou Sun!!”
Radhe terdiam,
sesaat ia memeluk Vea erat-erat
“Vea..! makasih yach, kamu udah
nemenin aku selama ini..”
“Deky apaan sich? Lepas donk!!”
“ups.. sory!” Radhe Cuma senyum kecil
“dasar..!” ujar Vea “udah aku
keluar, sebagai bayaranya ntar temani aku beli bunga” lanjut Vea sambil keluar
kamar Radhe.
Didepan toko bunga
Radhe ambil tempat parkir motor sebelum ia mengejar Vea. Seperti toko bunga
lain, toko bunga ini sama saja. Yang membuatnya beda hanya kebanyakan bunga
disini adalah bunga melati. Tertata rapi dalam rangkaiannya membuatnya lebih
indah bahkan sangat indah untuk dipandang. Setiap orang yang melihatnya akan
langsung tertarik untuk membeli bunga itu.
Seorang penjaga
toko menyapa Radhe.
“mau cari bunga seperti apa mas?”
“tidak, hanya menemani..” Radhe
menghentikan perkataannya ketika ia menoleh ke arah penjaga toko. Bagaimana
tidak? Dia cewek yang waktu itu dilihatnya di jalan saat dia ngamen. Dan yang
lebih beralasan lagi karena cewek ini mirip sekali dengan Ghea.
“aku beli ini..” seru Vea
menghampiri mereka
“sebentar Ve, aku rangkai dulu..”
“gak usah, aku lebih suka seperti
ini..” kemudian mereka pergi setelah Vea selesai membeli bunga itu.
“kamu kenal penjaga toko bunga tadi”
tanya Radhe masih sambil membawa motornya
“kami berteman sejak aku sering ke
tokonya”
“oh, gitu ya”
“ya, kenapa?”
“gak, Cuma ingin tahu namanya siapa?
Dia cewek yang waktu itu aku bilang ke kamu. Dia...”
“mirip Ghea maksud kamu?” potong Vea
“namanya Rista”
Mendengar jawaban
Vea, Radhe hanya diam. Dia tahu, Vea bakal ngoceh lagi kalau dia ungkit masalah
Ghea. Kapan aku bisa bernapas tanpamu? Batin Radhe.
Raska pulang
dengan sebuah piala ditangannya. Entah piala apa lagi itu, yang pasti karena
piala-pialanya dia makin tenar saja dirumah ini.
“Bunda tidak
menyesal membesarkanmu..” sanjung bunda
“jadi Bunda
menyesal membesarkan aku? Karena aku tidak sehebat Kaka?” tanya Radhe yang tak
sengaja mendengar perkataan bunda.
“Radhe, bukan begitu
maksud Bunda..”
“sudah Bunda,
Radhe paham kok..” suara lirihnya sambil berjalan masuk kamar
“apa maksud Deky
kalau dia paham, Bunda?” giliran Raska bertanya
“mana Bunda tahu,
mungkin dia paham memang seharusnya dia juga bisa seperti kamu” jelas bunda
“Bunda, kita bukan
anak kecil lagi.. kita sudah kuliah. Bunda sama Ayah tahu itu..”
“iya.. tak
seharusnya bunda bersikap seperti itu”
“bunda,. Bunda
udah benar kok. Bunda sama Ayah adalah orangtua terbaik..” kata Raska tulus. Bunda
hanya mengangguk di ikuti senyum tipisnya.
Raska masuk kamar
Radhe.
“Deky, kenapa kau bicara seperti itu
pada bunda? Kurang apa kasih sayang bunda selama ini?”
“tahu apa kamu?”
“tentu saja aku tahu..”
“bagaimana mungkin?”
“Deky! Aku ini kakak kamu..
bagaimana aku tidak akan tahu semua soal adik ku?”
“kau masih merasa sebagai seorang
kakak? Atau kau cuma ingin..”
“ingin apa? Ha..!? Katakan!!”
Radhe tak
meneruskan kata-katanya. Menjadi pertengkaran tak jelas nantinya kalau mereka
menggunakan ego masing-masing. Dia mundur dan tertunduk.
“maaf Ka, mungkin emang aku yang
kekanakan..”
“apa maksudmu?”
“aku kan sudah minta maaf.. udah
dong!!” pinta nya
“ok! Tapi lain kali kalau ngomong
itu dipikir dulu..” ujar Raska sambil keluar kamar Radhe dan menutup pintu
keras-keras.
Ada benarnya kata
Raska, mungkin Radhe memang tak semestinya seperti tadi. Bagaimanapun juga
Bunda sama Ayah sudah membesarkannya sampai sedewasa ini. Tak baik juga harus
selalu merasa di cuekin dan iri sama Raska. Mungkin ini demi kebaikan mereka
juga. Radhe bukan orang lemah seperti Raska yang harus dijaga terus. Ia masih
bisa melakukan banyak hal lagi. Ya, begitulah pikir Radhe setelah Raska pergi..
Seperti kebiasaan
mereka, berada berjam-jam lamanya di perpustakaan kecil yang sengaja mereka
bangun di ruang bekas gudang di belakang rumah. Duduk diam sambil membuka
lembar demi lembar buku ditangannya tanpa dibaca.
“disini juga?”
tegur Vea
“hm...”
Vea mendekatkan diri dengannya
kemudian duduk melantai disebelahnya. Disudut ruangan dekat jendela kaca.
“Deky,
gimana kalau aku kenalkan kamu sama Rista?”
“ha..?”
“iya,
biar sakit mu itu agak sembuh”
“apa?
Agak sembuh? Kenapa gak sembuh sekalian?”
“nah..!
bagus bukan?!”
Radhe melirik Vea “paling-paling
nanti juga minta imbalan..”
“ya
seikhlasnya saja..”
“maksudnya?!”
Radhe melotot
Vea balik melotot
ke arahnya hingga keduanya saling bersitegang beberapa saat. Sebelum akhirnya
keduanya malah saling terdiam, dan... tertawa ngikik.
Vea memukul Radhe
dengan buku yang dipegangnya. Radhe tak mau kalah, ia balik memukul. Dibalas
lagi, memukul lagi hingga berulang dan keduanya makin ribut tak karuan..
kemudian berhenti dan duduk saling bersandar pada punggung lawannya, mengambil
napas panjang dan sesekali Radhe masih memukul pelan kepala Vea dengan buku
dari belakang.
![]() |
|||||||
![]() |
![]() |
||||||
![]() |
|||||||
“Vea, cari bunga
lagi?”
“ehm, gak juga. Cuma tadi kebetulan
lewat sini terus ku pikir aku ingin mampir dulu sebentar..”
“oh..” jawab gadis itu
“eh, kenalin nich sepupu aku..”
Lalu keduanya
terlihat saling berjabat tangan.
“Radhe..”
“Rista..” senyumnya “bukankah kita
pernah ketemu? Waktu itu kamu juga kan yang ngantar Vea kesini?”
Radhe menggangguk
“iya..”
“aku lihat bunga dulu, kalian
ngobrol aja ya..” Vea meninggalkan mereka berdua dan beranjak pergi pura-pura
melihat-lihat rangkaian bunga.
Cukup lama juga
hingga akhirnya Vea mengajak Radhe pulang.
“Ve, makasih yach..”
“tunggu! Makasih buat apa? Jangan
bilang kalian..”
“gak.. kita kan baru kenal. Anaknya
lumayan asyik. Yang pasti gak tukang usil kayak kamu” seru Radhe dengan tetap
membawa motornya
“ok, aku terima. Terus?”
“lihat saja nanti..”
“baiklah.. paling gak kamu ada usaha
buat lupain Ghea”
“gak bisa Ve!” serunya “Ghea akan
selamanya aku ingat, hanya saja.. maksudku Ghea akan tetap jadi kenangan
terindah yang gak bisa ku lupain. Tapi aku juga harus bisa maju ke masa depan
aku..”
Vea
manggut-manggut “good..good.. like this” diangkatnya jempol tangan “ itu baru
Radhe Kia, sepupu Vea..”
“gokil juga..”
“he..he..”
Raska menuruni
tangga menuju ruang makan malam itu. Kali ini Bobby yang duduk didekatnya.
Sambil makan ayah angkat bicara.
“besok kita akan melihat Raska dalam
pertandingan basket.. sempatkan waktu kalian..”
“tapi Ayah, besok..”
“sempatkan waktu..”potong ayah
“walah.. ayah ini. Kan cuma tanding
basket..” sela Radhe
“daripada kamu..”
“ya, itu kan karena Ayah belum tahu
aja..”
“belum tahu apa? Ayah tahu semua..
buktinya sampai sekarang..”
“maaf Ayah.. Radhe udah tahu apa
yang akan Ayah katakan..” sambil berdiri
“Deky, mau kemana?”
“aku minta maaf.. aku sudah
kenyang..” akhirnya ia melangkah pergi ke arah kamarnya meninggalkan makanannya
yang masih utuh begitu saja.
Bukan saja soal
Ghea yang baginya masih sulit dilupakannya, melainkan juga soal perasaannya
selama ini dimana tak ada yang memahaminya, mencoba mengerti dirinya dan
membantunya kecuali Vea. Bobby pun sibuk dengan persiapan skripsinya.



Tidak ada komentar:
Posting Komentar