Rabu, 30 Oktober 2013

LOTUS (2)



[dul] dua
lampu-lampu yang menyala menandakan kalau hari bukan lagi siang atau sore. Gelap semakin meresap dan memenuhi belahan bumi dimana Hana berjalan saat ini. Tampak ia menikmati perjalanannya, walau sendiri ia merasa bahwa ada orang yang menemaninya. Hingga saat ia akan menyebrang di tengah zebracross..
“Hana..”
Suara lembut bagai angin memanggil namanya. Hana menoleh ke arah sumber suara dan melihat seseorang telah berdiri disampingnya. Seseorang dengan kaos biru tua dan jaket hitam itu tersenyum padanya. Hana tak mau kalah, ia membalas senyum itu lebih manis.
“Lintang.. sedang apa kau di sini?”
“menemanimu.. tidak ke tempat Tara?” Hana menggeleng, ia memang tidak ke tempat itu malam ini “kalau begitu temani aku sebentar, nanti aku akan bilang pada Tara..”
“kemana?”
“makan.. aku lapar..” Lintang menyodorkan helm padanya. Hana tak ambil pusing, ia mengabaikan lampu merah yang sedari tadi di tunggunya. Kini ia sudah naik ke atas motor Lintang.
Entah apa yang dipikirkan Hana, dia tidak pernah takut bahkan ia tidak merasa canggung pada sosok di depannya ini. Lintang teman baik Tara.. dan Tara tidak pernah keberatan jika ia pergi dengan Lintang. Sejak apa yang di dengarnya dari Tara beberapa hari yang lalu, Hana semakin tahu bahwa Tara juga berusaha untuk selalu ada bagi Lintang.
……….
Memang bukan tempat makan yang mahal atau restoran dengan taraf VIP. Tapi makanan itu tak jauh beda rasanya dari makanan yang dibeli dengan kocek harga yang tinggi. Sepiring Cumi Lada Hitam dan CapCay Seafood sesuai pesanan mereka. Asap mengepul terlihat di ujuang tenda warung makan yang rupanya langganan Lintang. Buktinya, sang pemilik dengan ramah mengeja nama Lintang tanpa salah.
            “maaf tidak mengajakmu ke tempat makan yang mungkin…”
            “ini enak!!” potong Hana “makan dimanapun tidak masalah Lintang… cukup hanya dengan bersama seorang yang spesial, makan dimanapun akan menjadi spesial bukan?”
Lintang tersenyum “jadi aku spesial?”
            “semua orang spesial dimataku…”
Lintang berpikir “lalu apa bedanya kami dengan kekasihmu itu?”
            “yang membedakan adalah ini..” Hana menyentuh dadanya “perasaan ini yang membuatnya berbeda.. semua orang spesial tapi perasaan akan mampu membedakan setiap orangnya..”
Lintang mengangguk, sambil ia menyantap Cumi Lada Hitamnya. “aku suka….”
            “suka??”
            “suka makanan ini… pedas dan asin..”
            “terlalu pedas dan terlalu asin tidak baik juga..” senyum Hana, ia paham maksud Lintang. “kehidupan juga seperti itu bukan? Hanya.. Tuhan tidak akan memberi cobaan yang tidak mampu dilalui manusia..”
            “sekalipun itu terlalu berat kalau kita rasa?”
Hana mengangguk “iya, kemampuan setiap manusia berbeda.. Tuhan tahu sampai dimana batas kemampuan itu.. tinggal bagaimana kita menyikapi, menghadapi dan menjalaninya…”
            “Tara beruntung bisa memilikimu, Hana..”
            “semua orang bisa beruntung.. kamupun bisa..”
            “tidak.. hidupku suram.. sangat suram…” Lintang menghentikan makannya. “apa yang tidak disebut dengan suram kalau punya bapak yang tidak peduli dengan anaknya? Bapak yang ternyata seorang mafia? Dan ibu.. meninggalkan kami sejak aku masih kecil..”
            “setidaknya kamu masih beruntung tidak membeli oksigen untuk bernafas.. tidak membeli kami untuk menjadi temanmu..”
Lintang terdiam, merenung dalam gelapnya otak yang selama ini susah dibuatnya untuk berpikir bahwa ada cahaya di dunia ini. sedetik kemudian ia tersenyum.. tersenyum sangat tulus.. “terimakasih kalian mau menjadi temanku..”
            “terimaksih juga karena kamu mau menerima kami sebagai temanmu..” sambut Hana.
…………………………….

            “dia benar-benar peri… sungguh seperti seorang peri..” guman Lintang di tengah ranjangnya yang berada tepat di samping jendela kaca sebelah kiri. Ia merebahkan tubuh bidangnya tanpa mengganti baju “aku senang bisa bertemu peri seperti dirinya.. suatu saat, aku akan bisa memiliki peri juga kah?? Seperti Hana??”
Tak jauh dari penglihatan matanya, getaran ponsel telah menganggu kegiatan merenungnya malam itu.. “Tara…??” sejak kapan Tara menghubunginya hampir tengah malam seperti ini?
            “Tara?”
            “…………………………….”
            “ah, benar… ada apa?”
            “…………………………..”
            “anda sedang tidak becanda kan?”
            “………………………….”
Lintang menutup ponselnya. Ia bergegas keluar kamar tanpa mengganti pakaiannya lagi. telphon tadi dari rumah sakit…
Lorong rumah sakit menjadi serasa jauh hingga Lintang tak juga menemukan dimana Tara berada. Sampai di ujung ruang dengan pintu coklat muda, Lintang membuka keras kamar itu tanpa permisi. Tara terbaring disana dengan infuse di lengannya.
            “Tara…. Apa yang terjadi?” Tara membuka mata perlahan, senyum mengembang dari bibirnya.
            “Lintang… mereka menghubungimu?”
            “apa yang terjadi?” Lintang membaca papan di ujung kaki ranjang =leukimia= “sejak kapan? Kenapa?”
            “sudah lama…” lirihnya “aku takut Hana tahu, tapi mereka menyuruhku menghubungi seseorang… aku hanya ingat dirimu..”
            “kau menghubungi orang yang tepat..” sahut Lintang “tapi kenapa?”
            “aku takut Hana terluka.. aku takut bahkan hanya untuk melihat air matanya saja..”
            “lalu kau tidak takut melihat air mataku?”
            “setidaknya kau sama-sama lelaki bukan? Apa kau akan cengeng?” cibir Tara
Lintang tersenyum… ia mendorong pelan tubuh Tara agar ia bisa duduk di ranjang yang sempit itu “aku heran…”
            “heran?”
            “heran kenapa aku bisa diam di depan kalian..” Tara mendongak “kau dan Hana..” lanjut Lintang seakan tahu Tara bingung dengan perkataannya. “di depan kalian aku menjadi orang yang berbeda dari aku di tempat itu… aku merasa ada surga yang sengaja di titipkan padaku hingga akupun bisa merasakan hangatnya dunia ini..”
Tara tersenyum “kami bukan malaikat Lintang…”
            “tapi kalian di tugaskan untuk menemuiku?”
            “mungkin.. karena ada hal yang harus aku.. kau dan Hana lakukan..”
            “apa itu?”
            “aku akan pergi sebentar lagi… kau punya tugas untuk menjaga Hana setelah aku…”
            “jangan ngawur!!” geram Lintang meninggikan suara.
            “tidak.. mungkin aku ada karena aku harus menemukan Hana dan Kau.. Kau ada untuk menemukan aku dan Hana.. Hana ada untuk menemukan aku dan kau.. simpel kan?”
            “aku tidak mengerti maksudmu..!!”
            “suatu saat kau akan mengerti.. kita akan mengerti Lintang..”
Keduanya terdiam kini membuat kebisuan dalam kesunyian malam di ruang itu. Lintang dan Tara sama-sama berada di dalam dimensi pikirannya masing-masing. Satu tujuang yang pasti.. itu adalah Hana..